Selasa 25 Aug 2020 17:49 WIB

Peneliti: Organisasi Pro Rusia Sebar Konspirasi QAnon.

QAnon dianggap sebagai kelompok kerap menghasut dan melontarkan isu konspirasi di AS.

Ilustrasi Serangan Siber
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Serangan Siber

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANSISCO -- Sejumlah organisasi yang didukung oleh Pemerintah Rusia memainkan peran untuk memperbesar isu teori konspirasi yang disebarkan oleh QAnon, jaringan yang dilabel berpotensi menyebar ancaman terorisme di Amerika Serikat (AS).

Peneliti yang mengkaji QAnon menyebut bahwa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan Rusia ikut campur pada masa-masa awal gerakan tersebut, yang mulai meluncur di internet pada 2017 dengan unggahan anonim serta video-video pendukung di YouTube.

Baca Juga

Namun, menurut para peneliti itu, seiring dengan pengikut QAnon yang bertambah dan topik-topik baru yang diangkat, akun-akun media sosial yang terkait dengan Pemerintah Rusia juga ikut bergabung.

Melanie Smith, kepala analisis media sosial di perusahaan Graphika, menyebut bahwa Twitter pada 2019 lalu menghapus akun-akun yang mengirim cicitan bertagar #QAnon dan #WWG1WGA (Where We Go One, We Go All/Kemana Kami Menuju, Kami Akan Bersama) yang diduga dikendalikan oleh Lembaga Penelitian Internet (IRA) Rusia.

IRA menjadi pihak yang didakwa oleh Robert Mueller, pengacara AS, dalam tuntutan penyelidikan mengenai intervensi Rusia dalam pemilu AS tahun 2016.

Belakangan ini, media terafiliasi pemerintah Rusia, yakni RT.com dan Sputnik meningkatkan pemberitaan mengenai QAnon--yang memulai teori konspirasinya dengan pengumuman palsu bahwa Hillary Clinton akan ditangkap atas alasan tak jelas. Kemudian sekarang juga melebar pada konspirasi penjualan anak oleh eliteHollywood, hingga soal Cofid-19.

Cindy Otis, pakar disinformasi dari Alethea Group sekaligus mantan analis di lembaga intelijen CIA, menyebut bahwa RT dan Sputnik serta media terafiliasi Pemerintah Rusia lainnya melaporkan lebih banyak tentang QAnon, menggunakannya untuk masuk ke dalam narasi besar bahwa "AS telah jatuh, dan banyak kelompok terpecah di dalamnya."

Menurut laporan Graphika yang dirilis Senin (24/8), pengikut QAnon mulai membagikan lebih banyak konten dari media-media Rusia tersebut. "Kendati Rusia hanyalah satu aktor asing yang menarget para pemilih AS melalui komunitas QAnon, sejarah operasinya muncul sebagai yang paling sejalan secara ideologis dengan teori QAnon yang menyeluruh," dikutip dari laporan tersebut.

"Rusia juga tampaknya menjadi pihak yang paling berupaya untuk mendapat kredibilitas di dalam komunitas tersebut sejauh ini," tulis Graphika dalam laporan yang sama.

QAnon dinamai demikian oleh Biro Investigasi Federal (FBI) AS sebagai penghasut potensial atas aksi terorisme dalam negeri. Pengikutnya pun dihukum dengan tuntutan ancaman teror, pembunuhan, serta aksi kriminal lain.

"Sangat sulit untuk mengerti apa itu akun QAnon, lawan akun para pendukung Trump, lawan akun anti vaksin," kata Melanie Smith.

sumber : Reuters/Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement