Selasa 25 Aug 2020 15:30 WIB

Momen Ambreen Berhadapan dengan Pembunuh Suaminya di Sidang

Keluarga korban penembakan Christchurch alami sulit tidur berkepanjangan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Pelaku penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Brenton Tarrant (29 tahun) hadir dalam persidangan di Pengadilan Tinggi Selandia Baru pada Senin (24/8). Tarrant telah mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan melakukan tindakan terorisme. Dia menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup dengan kemungkinan kecil pembebasan bersyarat.
Foto: John Kirk-Anderson/Pool Photo via AP
Pelaku penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Brenton Tarrant (29 tahun) hadir dalam persidangan di Pengadilan Tinggi Selandia Baru pada Senin (24/8). Tarrant telah mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan melakukan tindakan terorisme. Dia menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup dengan kemungkinan kecil pembebasan bersyarat.

REPUBLIKA.CO.ID, Ambreen Naeem masih merasakan luka mendalam atas kehilangan keluarganya dalam insiden penembakan di Masjid Annur Christchurch, Selandia Baru. Selama satu tahun lebih sejak insiden terjadi pada Maret 2019, Ambreen sulit tidur nyenyak.

Ambreen hadir dalam sidang hari kedua terhadap pelaku penembakan Brenton Tarrant pada Selasa (25/8). Ambreen berkesempatan bertatap muka langsung dengan Tarrant yang sudah membunuh suaminya Naeem Rashid dan anaknya Talha.

Baca Juga

Ambreen bersyukur suaminya meninggal sebagai pahlawan karena coba menghentikan Tarrant. Sedangkan Tarrant dianggapnya sebagai pecundang.

Kisah heroik Naeem Rashid dikonfirmasi dalam keterangan jaksa penuntut Barnaby Hawes. Naeem Rashid melawan Tarrant yang coba menyerang jamaah Masjid. Bahkan Naeem Rashid sempat menjatuhkan Tarrant. Atas aksi ini, sebagian jamaah sukses melarikan diri.

"Sejak suami dan anak saya meninggal, saya tak pernah tidur nyenyak. Saya berpikir tak akan pernah memiliki tidur nyenyak lagi," kata Ambreen dilansir dari France24 pada Selasa (25/8).

Tarrant diperkirakan akan divonis penjara seumur hidup tanpa kesempatan mengajukan bebas bersyarat. Jika vonis itu terjadi maka Tarrant akan jadi yang pertama menerimanya dalam sejarah Selandia Baru.

Tarrant memang tak akan mendapat hukuman mati karena azas hukum Selandia Baru tak menganutnya. Walau pun aksi pria berusia 29 tahun itu membuat 51 nyawa melayang.

"Luka yang ditimbulkan dia pada saya sungguh tak bisa dipulihkan. Itulah mengapa dia pantas dihukum selamanya," ujar Ambreen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement