Senin 24 Aug 2020 19:11 WIB

KPK Bakal Tambah Personel Buru Harun Masiku

KPK masih memburu buronan kasus suap PAW Harun Masiku.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Pimpinan KPK periode 2019-2023 Nawawi Pomolango
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pimpinan KPK periode 2019-2023 Nawawi Pomolango

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mencari Harun Masiku. KPK juga akan menambah personel dalam memburu buronan kasus suap pergantian antar waktu (PAW) caleg DPR terpilih, yang menyeret mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama mantan anggota Bawaslu yang juga mantan kader PDIP Agustiani Tio Fridelina itu.

"InsyaAllah masih terus dilakukan, di internal kami coba mengevaluasi kerja dari satgas yang ada," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada Republika.co.id, Senin (24/8).

Baca Juga

Nawawi mengungkapkan, kemungkinan pihaknya akan menambah personil Satgas ataupun menyertakan satgas pendamping. "Kami juga coba terus melakukan koordinasi dengan polri yang telah menetapkan status DPO terhadap tersangka, " tegas Nawawi. 

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menegaskan pihak KPK akan terus berupaya mencarinya hingga tertangkap. "Mengenai pencarian Harun Masiku KPK selama ini dan akan terus berupaya mengejar yang bersangkutan," tegas Ghufron. 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun mengatakan lembaganya masih terus melakukan pengejaran kepada Harun Masiku. Alex mengklaim setiap informasi yang diberikan masyarakat ke KPK selalu ditindaklanjuti. 

"Misalnya ada yang menyampaikan HM itu di satu tempat dan memberikan nomor hp ya kemudian kami ikuti," jelasnya.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum KPK Takdir Suhan usai sidang putusan Wahyu Setiawan  menegaskan, kasus yang menjerat Wahyu Setiawan ini belum selesai dengan dibacakannya vonis terhadap Wahyu dan Agustiani. Karena, masih ada Harun Masiku yang hingga kini masih buron.

"Pastinya kasus ini belum selesai, soalnya masih ada Harun Masiku yang menjadi DPO itu. saat ini kami fokuskan adalah langkah hukum apa yang bisa yang kami tempuh, kaitannya dengan putusan Wahyu Setiawan yang salah satu poinnya tadi belum mengakomodir pencabutan hak politik," tegas Takdir.

Wahyu dan Agustiani divonis enam tahun penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih periode 2019-2024. Selain divonis hukuman enam tahun penjara, keduanta juga diwajibkan membayar denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan. 

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa  KPK, yakni delapan tahun dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam putusannya pun Hakim  tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut KPK untuk mencabut hak poltik Wahyu selama empat tahun setelah menjalani masa hukuman. 

"Majelis tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum untuk mencabut hak politik terdakwa," ucap Hakim Susanti.

Dalam putusannya, Wahyu terbukti  menerima uang sebesar 19 ribu dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau setar Rp600 juta dari kader PDIP Saeful Bahri. Suap diberikan agar Wahyu menyetujui permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Uang suap tersebut diterima Wahyu melalui Agustiani.

Tak hanya itu, Wahyu juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo agar mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota KPUD.

Atas perbuatannya, Wahyu dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement