Ahad 23 Aug 2020 15:56 WIB

Kiat Mengungkap Masalah Dalam Kajian Media Sosial

Tema fantasi di media sosial antara lain pada isu politik, Public Relations.

Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) Korwil Jabodetabek kembali menggelar webinar untuk menyongsong penyelengggaraan Aspikom International Communication Conference (2nd AICCON). Webinar series ke 4 kali ini digelar dengan tema “Retorika dan Tema Fantasi di Media Sosial: Alternatif Penelitian Komunikasi Berbasis Teknologi, Jumat (21/8).
Foto: istimewa
Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) Korwil Jabodetabek kembali menggelar webinar untuk menyongsong penyelengggaraan Aspikom International Communication Conference (2nd AICCON). Webinar series ke 4 kali ini digelar dengan tema “Retorika dan Tema Fantasi di Media Sosial: Alternatif Penelitian Komunikasi Berbasis Teknologi, Jumat (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) Korwil Jabodetabek kembali menggelar webinar untuk menyongsong penyelengggaraan Aspikom International Communication Conference (2nd AICCON). Webinar series ke 4 kali ini digelar dengan tema “Retorika dan Tema Fantasi di Media Sosial: Alternatif Penelitian Komunikasi Berbasis Teknologi, Jumat (21/8). 

Tampil dua pembicara kunci yaitu Dr Risa Rumentha Simanjuntak, koordinator riset dan dosen senior English Departmen Binus University, Dr. Siswantini dosen senior Communication Department Binus University dengan moderator Dr. Euis Komalawati, MSI Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI. 

Risa Rumentha Simanjuntak menjelaskan perbedaan antara Face to Face Communication (FtF) dengan Computer Mediated Communication (CMC). Menurutnya pada FtF terdapat umpan balik, sementara pada pada CMC bersifat satu arah.  “Pada FtF lebih kaya nuansa komunikasinya, sementara pada CMC terbatas pada isyarat non verbal,” katanya. 

Kata Risa, pada FtF makna diciptakan bersama, sedangkan pada CMC lebih tergantung pada interpretasi. “Ini juga penting soal metode. Kalau metode yang digunakan dalam FtF adalah Conversational Analysis, sedangkan CMC menggunakan Corpus based,” paparnya. 

Risa juga mengatakan problem dalam kajian media sosial antara lain pandangan yang sangat terbatas pada realitas, terjadinya salah tafsir karena analisis diambil dari sudut pandang pembaca atau peneliti sebagai ahli, kesimpulan yang diambil tidak meyakinkan karena dianalisis hanya dalam kurun waktu yang relatif singkat.“Ada cara untuk mengurangi masalah tersebut antara lain dengan melakukan penelitian menggunakan analisis retorika untuk perspektif data yang komprehensif, menggunakan corpus based analysis untuk triangulasi, dan data dikoleksi dengan menggunakan teknologi,”katanya. 

Sedangkan Siswantini menjelaskan analisis tema fantasi merupakan metode yang menyediakan kosakata teknis yang jelas untuk analisis bahasa imajinatif secara umum. Metode ini, kata Siswantini berisi dramatisasi yang memicu rantai reaksi dan perasaan. Konvergensi simbolis terjadi melalui rantai tema fantasi. Menurutnya, ada tiga tahapan untuk analisis tema fantasi , yakni  teks retorika, visi retorika dan dramatis personae.  “Dramatis personae merupakan karakter yang digambarkan dalam pesan, yang memberikan kehidupan visi retoris,” jelasnya.

Siswantini memberi contoh tema fantasi di media sosial antara lain pada isu politik, Public Relations events, informasi tentang COVID-19 di media sosial, haters di Instagram. 

Di akhir acara, Dr Aan Widodo, selaku Wakil Ketua Aspikom Korwil Jabodetabek dan juga Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Ubhara Jaya memberikan e-sertifikat bagi para pembicara dan moderator.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement