Sabtu 22 Aug 2020 05:40 WIB

Mengunjungi Legon Pakis, Kampung di Ujung Barat Pulau Jawa

Kampung Legon Pakis berbatasan dengan Taman Ujung Kulon, yang jadi rumah badak Jawa.

Suasana pantai di Kampung Legon Pakis, Desa Ujungjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Foto: Alkhaledi Kurnialam
Suasana pantai di Kampung Legon Pakis, Desa Ujungjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Alkhaledi Kurnialam

Abdul Qadir (55 tahun) sedang duduk mengamati pekerjanya memintal jaring ikan untuk pelayaran esok hari. Di rumahnya yang menghadap pantai, ia sesekali juga melayani pembeli di warung kecil miliknya yang berada tepat di samping dermaga Legon Pakis. Kampung Legon Pakis, Desa Ujungjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, memang terbilang spesial. Hal itu lantaran lokasi perkampungan tersebut menjadi tempat jajanan terakhir di ujung Pulau Jawa.

Qadir pun merasa bangga menjadi warga di kampung yang menjadi ujung paling barat Jawa. Dia menuturkan, keindahan Legon Pakis tidak pernah bisa disandingkan dengan daerah mana pun, bahkan Jakarta dengan gedung-gedung megahnya.

"Jakarta indah, tapi lebih indah Legon karena kalau kita mau ke laut tinggal jalan. Walaupun Legon Pakis kalau dibilang orang, jauh ka bedug dekat ka bedul (jauh ke keramaian dekat dengan babi hutan)," ucap Qadir ketika ditemui Republika pada Selasa (18/8).

Menurut Qadir, penamaan Legon Pakis ada kaitannya dengan daerah yang indah di sebuah teluk dan banyaknya tanaman pakis. Belum lagi, kampung ini merupakan daerah terakhir yang berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Selama ini, TNUK yang memiliki luas 1.206 kilometer persegi menjadi rumah bagi habitat badak Jawa.

"Tidak ada lagi kampung setelah Legon Pakis, kalau jalan lagi sudah hutan (TNUK). Di sini juga harga beras murah, soalnya se-Kecamatan Sumur paling luas lahannya ya di Ujungjaya ini," katanya.

Warga Legon Pakis mayoritas bekerja sebagai petani dan nelayan. Beberapa warga juga mengandalkan penyewaan kapal bagi wisatawan yang ingin menyeberang ke Pulau Handeuleum dan Kalong. "Warga juga buka trip ke Pulau Kalong, sekitar 50 menit dari sini, indah di sana karena ada gazebonya, dermaganya," kata Qadir.

Kendati demikian, ia mengeluhkan akses jalan menuju Legon Pakis yang dapat dikatakan dalam kondisi buruk. Dia menerangkan, kalau saja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang memperbaiki jalan di Desa Ujungjaya, pasti banyak wisatawan yang berkunjung ke kampungnya. Tentu saja hal itu otomatis menghidupkan perekonomian warga. "Minta perbaiki jalan? Sudah capek, bukan sering lagi, demo juga sudah nggak mempan," katanya mengeluh.

Dia pun dengan mudah menyebut, perbaikan jalan menjadi aspirasi paling mendesak warga Legon Pakis untuk dapat direalisasikan. Pasalnya, akses jalan berbatu dan tanah menghambat kegiatan warga dari mulai pendidikan, wisata, hingga aktivitas perekonomian.

Bahkan, ia merasa sedih dengan kenyataan siswa SMA yang harus menempuh perjalanan 32 kilometer untuk menempuh pendidikan di Kecamatan Sumur dengan jalanan yang belum diaspal dan licin ketika musim hujan. "Walaupun kalau ke Sumur sudah ada perbaikan (jalan) sekitar 40 persen. Anak-anak sekolah harus naik Elf dari Subuh sudah pada nangkring," ujar Qadir.

Ketua RT Kampung Legon Pakis, Astari (54), menjelaskan, saking dekatnya jarak kampungnya dengan TNUK menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat. Dia pun berbagi kisah, pada masa mudah dulu, sempat beberapa kali melihat langsung badak bercula satu muncul tidak jauh dari Legon Pakis. Bisa jadi, puluhan tahun yang lalu populasi badak Jawa masih banyak.

"Dulu sering ikut penebangan pohon langkap sama (petugas) taman nasional, pohon langkap ini kan ganggu makan badak. Walaupun nggak setiap hari ada, sebulan sekali ada (badak), nanti ada lagi beberapa bulan setelahnya," kata Astari.

Astari menyatakan, tidak pernah terbersit pikiran untuk meninggalkan kampung masa kecilnya. Selain menawarkan keindahan alam dan suasana asri, ia juga belum tentu cocok jika pindah ke wilayah urban, apalagi perkotaan, meski menawarkan beragam fasilitas. Hanya saja, Astari tidak memungkiri, akses jalan menjadi masalah yang sejak lama diharapkan warga Legon Pakis untuk diperbaiki.

"Memang jalan paling parah, anak SD lumayan dekat, tapi SMP kan jauh harus pakai motor, SMA juga harus ke Sumur susah pulang pergi paling menginap," tuturnya.

Astari pun hanya bisa berharap ada bantuan pemerintah untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat di kampungnya. Perbaikan akses menjadi solusi paling dasar agar akses wisatawan ke Legon Pakis semakin mudah jika jalurnya semua diaspal.

Lebih tenang

Seorang warga Desa Ujungjaya, Siti (46) mengaku keseharian warga di desanya lebih menenangkan dibanding hidup di perkotaan. Kebutuhan makanan, seperti sayur hingga beras mudah ditemui karena hamparan tanah kawasan Ujung Kulon yang menyajikan hasil alam melimpah. "Biasa aja sih di sini mah, kan biasa kita melak (menanam) pare dari sini. Panen sayur biasa aja," katanya.

Lokasi desa yang dekat kawasan TNUK disebut Siti sangat berpengaruh positif bagi warga. Dia sehari-hari banyak menghabiskan waktu untuk mencari sayur hingga umbi-imbian di lingkungan taman nasional.

Siti menuturkan Desa Ujungjaya dikenal banyak orang karena pantainya yang indah dan wisata ziarah. Sanghyang Sirah menjadi objek wisata ziarah yang cukup digemari oleh orang-orang di luar daerah. "Banyak orang kota datang ke sini, ke pantai. Banyak juga yang datang ziarah di Sanghyang Sirah, di situ kan makam ya, walaupun tempatnya di paling ujung pulau Jawa, tapi banyak yang datang," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement