Jumat 21 Aug 2020 21:07 WIB

Cermat Memilih Produk Susu "Plus"

Sebaiknya, pilih susu yang bersertifikat halal.

Cermat Memilih Produk Susu Plus (ilustrasi)
Foto: Pxhere
Cermat Memilih Produk Susu Plus (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Produk susu "plus" kini merebak. Ini merupakan jenis produk susu yang ditambah dengan kandungan tertentu. Kebanyakan, diperuntukkan bagi penderita osteoporosis, osteoarthritis (persendian), diabetes, dan untuk menambah nutrisi balita dan anak-anak. Salah satu jenis produk yang kini marak di pasaran adalah susu kalsium.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia, Lukmanul Hakim, mengatakan banyak kalangan menyebutnya susu untuk kesehatan tulang. "Munculnya berbagai informasi soal osteoporosis jadi salah satu pertimbangan produsen mengeluarkan produk susu ini," katanya.

Menurut dia, osteoporosis adalah berkurangnya massa dan kepadatan tulang yang membuat tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah patah, terutama tulang pinggul, pergelangan tangan, dan tulang belakang. Namun, penyakit terjadi secara diam-diam dan baru ketahuan setelah terjadi patah tulang.

Muncul ciri-ciri lain, seperti tubuh menjadi bungkuk, badan menjadi pendek, atau bahu melengkung, sedangkan osteoarthritis adalah radang sendi serius yang disebabkan peradangan kronis yang bersifat progresif. Hal ini ditandai rasa sakit dan bengkak pada sendi, terutama jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut.

Persendian terasa kaku dan nyeri jika digerakkan, juga adanya pembengkakan pada salah satu atau beberapa persendian. Penyakit-penyakit itu dapat dicegah dengan banyak mengonsumsi makanan kaya kalsium, glukosamin, dan khondroitin sulfat. Zat itu diperoleh dengan mengonsumsi susu, tahu, ikan, brokoli, dan beberapa jenis sayuran lain.

Namun, kalsium susu adalah jenis kalsium yang paling mudah diserap tubuh dibandingkan kalsium lainnya. Pada susu, terkandung pula mikronutrien yang bermanfaat dalam proses penyerapan kalsium dan pembentukan tulang.

Glukosamin dan khondroitin sulfat berasal dari senyawa yang secara alamiah ada dalam tubuh manusia dan hewan yang merupakan bahan utama tulang rawan. Glukosamin yang digunakan dalam suplemen makanan dan susu olahan berasal dari ekstraksi jaringan hewan, yaitu kulit udang dan kepiting.

Sementara itu, khondroitin sulfat berasal dari tulang rawan ikan hiu dan tulang rawan dari trachea hewan mamalia. Zat-zat itu bermanfaat memenuhi kebutuhan kalsium dalam tubuh. Zat tersebut juga membantu mewujudkan kepadatan tulang serta mencegah berbagai penyakit tulang dan persendian.

Status kehalalan

Lukmanul mengungkapkan, muncul perdebatan mengenai status kehalalan susu "plus" tersebut, terutama mengenai zat tambahan yang diyakini mampu mencegah dan menyembuhkan gangguan kesehatan tulang, yaitu kalsium, glukosamin, dan khondroitin sulfat.

"Sumber kalsium dan khondroitin sulfat merupakan hal yang harus diperhatikan sebab keduanya bisa berasal dari tulang hewan," ujar Lukmanul. Jika kalsiumnya berasal dari hewan, hal yang perlu dikaji apakah itu merupakan hewan yang halal untuk dikonsumsi atau tidak. Jika dari babi, jelas haram hukumnya.

Kalaupun hewan itu halal dikonsumsi, perhatikan proses penyembelihannya, apakah sesuai syariat Islam atau tidak, sedangkan sumber glukosamin adalah udang dan kepiting. Ia mengatakan, berdasarkan keterangan sidang komisi fatwa MUI, kedua hewan ini telah difatwakan halal dikonsumsi.

Emulisifier merupakan bahan tambahan lain yang banyak digunakan dalam produk susu plus. Bahan pengemulsi ini bisa berasal dari bahan yang tidak halal, seperti monogliserida (dari lemak) ataupun lecithin (terkadang ditambahkan enzim tertentu yang sumbernya kadang tidak jelas).

Sebenarnya, kata Lukmanul, ada banyak cara untuk tetap sehat dan halal. Maka itu, ia menyarankan, dengan sejumlah penjelasan di atas, para konsumen lebih berhati-hati dalam memilih produk susu plus. Jangan mudah tergoda iklan yang memang bertujuan memikat. "Sebaiknya, pilih produk yang bersertifikat halal."

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 24 Desember 2010

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement