Jumat 21 Aug 2020 15:57 WIB

Remaja Pembunuh Bocah di Jakbar Divonis Dua Tahun Penjara

NF mengaku sejak kecil bahkan sering melakukan penganiayaan terhadap sejumlah hewan.

Rep: Flori Anastasia Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Penjara anak (ilustrasi)
Penjara anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan vonis pidana selama dua tahun penjara kepada NF (15 tahun) terdakwa kasus pembunuhan seorang bocah berinisial APA (5). Dalam pembacaan vonis yang dilakukan, Selasa (18/8) NF akan ditempatkan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Handayani untuk menjalani masa hukumannya.

"Menjatuhkan pidana penjara di LPKS Handayani Jakarta dan di bawah Pengawasan BAPAS selama 2 (dua) tahun dikurangi masa tahanan," bunyi petikan putusan yang disampaikan oleh Humas PN Jakpus, Bambang Nurcahyono dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/8).

Dalam putusan itu, NF dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam Pasal 76C juncto Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menghukum terdakwa NF selama enam tahun penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Tangerang.

"Menyatakan Anak NF telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu," imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah, Tim Pengacara NF dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Jakarta mengapresiasi sikap hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap kliennya. Direktur LBH Mawar Saron Jakarta, Ditho Sitompoel mengatakan, hakim dalam pertimbangannya meringankan hukuman NF karena keluarga korban telah memaafkan perbuatan remaja perempuan tersebut. Selain itu, NF juga telah mengakui kesalahannya dan menyesal.

"Putusan tersebut dijatuhkan dengan pertimbangan keluarga korban telah memaafkan pelaku, pelaku menyesali perbuatannya, dan pelaku merupakan korban kejahatan seksual," kata Ditho dalam keterangan tertulis resminya.

Di sisi lain Ditho menuturkan, dalam persidangan juga terungkap bahwa kliennya tidak mendapatkan pola asuh yang baik dari keluarganya. Bahkan, NF juga diketahui menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh paman dan kekasihnya.

Hal itu menyebabkan NF memiliki trauma atau gangguan kejiwaan Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD). "Terungkap bahwa NF merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh paman dan kekasihnya yang mengakibatkan kehamilan di usia dini," papar Ditho.

Akibatnya, menurut Ditho, NF terperangkap dalam perilaku yang salah. NF melampiaskan kesedihan dan kekecewaannya dengan tindakan melanggar hukum.

Sebelumnya, NF tega membunuh APA karena terinspirasi dari sebuah film pembunuhan. Peristiwa itu dilakukan NF secara spontan di rumahnya di wilayah Sawah Besar, Jakarta Pusat, Kamis (5/3) lalu.

Awalnya, korban APA datang ke rumah tersangka untuk bermain. Tersangka kemudian menyuruh korban mengambil mainan yang ada di dalam bak mandi. Namun, tersangka justru membunuh korban dengan cukup keji, yakni ditenggelamkan ke dalam bak mandi selama lima menit.

Setelah itu, tersangka mencekik leher korban. Tidak sampai di situ, korban pun diikat dan dimasukkan ke dalam lemari.

Kepada polisi, tersangka mengaku memiliki niat untuk membuang jenazah korban. Namun, tersangka mengurungkan niatnya itu dan memilih untuk menyimpan jenazah korban dalam lemari di kamarnya.

NF juga mengaku sejak kecil bahkan sudah sering melakukan penganiayaan terhadap sejumlah hewan. Termasuk pula kucing peliharaan miliknya.

Tidak hanya itu, NF pun memiliki hobi menonton film-film yang mengandung kekerasan, seperti film Chucky. Film ini bercerita mengenai sebuah boneka yang melakukan tindakan pembunuhan.

Saat menggeledah rumah NF, polisi menemukan mayat korban di dalam lemari pakaian. Kepolisian juga mendapati sejumlah gambar kartun yang digambar oleh NF. Salah satunya tokoh yang digambar adalah Slenderman serta gambar-gambar dan tulisan yang menggambarkan penyiksaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement