Jumat 21 Aug 2020 09:58 WIB

Sinyal 4G di 12 Ribu Desa Dikebut Hingga 2022

Sekitar 1.209 desa belum ber-4G ini berada di 23 provinsi.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Teknologi 4G
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Teknologi 4G

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama pandemi Covid-19, kebutuhan internet makin meningkat. Meski kini bekerja dan belajar dilakukan dari rumah, masih ada sebagian masyarakat yang belum mendapatkan sinyal internet.

Direktur Utama Badan Aksesibilitas Tele komunikasi dan Informasi (Bakti) Anang Achmad Latif menjelaskan Presiden RI Joko Widodo menyebutkan ada 12.548 desa dan kelurahan yang belum mendapatkan sinyal 4G.

Baca Juga

Hal ini akan segera diselesaikan hingga 2022. "Sebanyak 9.113-nya di antaranya, berada di wilayah 3T dan akan diselesaikan oleh Kementerian Kominfo. Lalu ada 3.435 sisanya yang berada di wilayah non-3T. Tentu nya ini akan dikonsolidasikan pada operator seluler, agar juga disediakan sinyal 4G-nya sehingga target akhir 2022 semua desa sudah terjangkau dengan sinyal 4G," kata Anang saat dihubungi Republika.co.id, beberapa waktu yang lalu.

Menurut dia, saat ini Bakti sedang menunggu kepastian pembiayaan untuk merampungkan persoalan sinyal di 9.113 desa dan kelurahan yang berada di wilayah 3T dari Kementerian Keuangan RI. Pembahasan sudah intensif dilakukan antara Bakti dan Kementerian Keuangan RI.

Dari 9.113 desa dan kelurahan di wilayah 3T, ada 1.209 desa dan kelurahan yang pembangunannya sedang berjalan pada 2020 ini dengan pembiayaan eksisting. Sekitar 1.209 desa dan kelurahan ini berada di 23 provinsi.

Sementara itu, tersisa 7.904 desa dan kelurahan yang akan dibangun di 2021 dan 2022. Selain itu, Anang juga membahas terkait Palapa Ring. Ia menyebutkan, utilisasi Palapa Ring kini makin baik.

"Peningkatan utilisasi Palapa Ring Barat sudah mencapai hampir 30 persen, Palapa Ring Tengah sudah lebih 15 persen dan Palapa Ring Timur mencapai 30 persen untuk fiber optiknya dan sebagian jaringan yang menggunakan microwave sudah mencapai lebih dari 42 persen," kata Anang.

Jadi, ia melanjutkan, di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), telah terjadi peningkatan kapasitas yang signifikan dalam konteks utilisasinya. Menurut Anang, Palapa Ring tersebut disewa oleh operator telekomunikasi, yakni operator penyelenggara se lu ler, seperti Telkom, dan para operator penyedia internet (ISP) yang memiliki market di daerah 3T.

Penyediaan layanan telekomunikasi di daerah 3T tentu tak bisa dilepaskan dari dana universal service obligation (USO). Dana USO adalah hasil patungan operator seluler yang digunakan untuk membangun menara jaringan (BTS) di daerah-daerah yang belum tersentuh jaringan komunikasi.

Proyek Palapa Ring yang menjangkau 57 kota/kabupaten untuk jaringan serta optik, merupakan salah satu proyek yang didanai oleh dana USO. Selain itu, dana USO juga membiayai operasional base transceiver station (BTS) yang ada di 1.606 lokasi dan lebih dari 7.500 titik akses internet setiap tahunnya.

Anang mengungkapkan dana USO, saat ini praktis dapat dikatakan habis untuk membiayai program eksisting atau yang sudah dibangun. "Tentunya untuk program baru atau inisiatif baru ini perlu pembiayaan baru yang membutuhkan pembiayaan dari APBN dari pemerintah," katanya.

Dikatakan habis, kata dia, karena dana ini disiapkan untuk pembiayaan hingga 15 tahun. Jadi, biaya USO ini sejak 2019 lalu di pakai untuk pengembalian investasi pada badan usaha pelaksana hingga 2034. "Jadi, semua potensi pendapatan dana USO, ter ma suk saldo kasnya ini akan digunakan untuk program-program berjalan yang di antaranya Palapa Ring," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement