Kamis 20 Aug 2020 19:12 WIB

Kebijakan Infrastruktur Perlu Diarahkan ke Pemerataan Pangan

Pembangunan infrastruktur pemerintahan Presiden Joko Widodo masih belum merata.

Sayuran dan buah produk hortikultura (ilustrasi). Pemerintah perlu mendorong infrastruktur untuk pemerataan distribusi pangan.
Foto: distan.pemda-diy.go.id
Sayuran dan buah produk hortikultura (ilustrasi). Pemerintah perlu mendorong infrastruktur untuk pemerataan distribusi pangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan arah pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah perlu lebih diarahkan kepada pemerataan distribusi pangan Nusantara. Hal ini mengingat dampak pandemi Covid-19 terhadap ketahanan pangan nasional.

"Pembangunan infrastruktur pemerintahan Presiden Joko Widodo masih belum merata. Menurut data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, 62,3 persen dari 245 proyek infrastruktur yang direncanakan berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera," kata Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta dalam rilis, Kamis (20/8).

Baca Juga

Menurut Felippa Ann Amanta, pembangunan infrastruktur harus bisa lebih merata untuk menghubungkan pulau-pulau Indonesia. Selain itu, ujar dia, infrastruktur logistik pangan seperti fasilitas pendingin dan fasilitas pengolahan juga perlu mendapat perhatian ekstra.

Ia berpendapat bahwa fasilitas logistik pangan yang memadai dapat mengurangi biaya distribusi serta mencegah makanan terbuang sia-sia. "Pembangunan infrastruktur memang bukan hal yang mudah dan akan memakan biaya, namun banyak opsi pembiayaan bekerjasama dengan pihak swasta yang dapat dipertimbangkan pemerintah," kata Felippa.

 

Berangkat dari krisis terkait pandemi Covid-19, lanjutnya, Indonesia harus membenahi sistem pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan yang resilien baik dalam kondisi normal maupun dalam krisis.

Ia mencontohkan, diketahui bahwa ketahanan pangan Indonesia didukung oleh pasokan internasional yang memenuhi 55 persen kebutuhan gula nasional, 95 persen bawang putih, dan banyak komoditas penting lainnya.

"Di awal pandemi, harga gula dan bawang putih melonjak akibat terlambat dikeluarkannya rekomendasi impor dan macetnya perizinan impor. Misalnya saja, India yang semula diharapkan memasok gula tidak jadi memenuhi permintaan akibat kebijakan lockdown yang diberlakukan di sana," paparnya.

Untuk itu, ujar dia, urgensi untuk mewujudkan infrastruktur distribusi pangan juga semakin meningkat selama pandemi Covid-19 yang mendisrupsi sektor logistik.

Sebagaimana diwartakan, Ekonom Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai pembangunan infrastruktur dengan anggaran belanja yang cukup besar dapat menjadi peluang untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia pada tahun depan.

"Sebenarnya saat ini kita masih memiliki peluang terkait pembangunan infrastruktur yang masih berjalan atau on going. Harapannya pembangunan tersebut bisa menjalankan roda ekonomi di masa pandemi Covid-19," ujar Toto saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat (14/8).

Terkait optimisme Presiden Joko Widodo dalam target pertumbuhan ekonomi pada 2021 sebesar 4,5-5,5 persen dan dorongan untuk membajak momen pandemi Covid-19 agar Indonesia mampu menyalip negara-negara lain, Toto menilai hal itu dimungkinkan terjadi karena Indonesia memiliki dua keunggulan yakni pasar domestik yang besar dan kontraksi ekonomi yang masih relatif baik.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan 10 kementerian/lembaga (K/L) yang memiliki anggaran belanja tertinggi pada tahun depan berdasarkan RAPBN 2021. Salah satu kementerian dengan anggaran belanja tertinggi adalah Kementerian PUPR yaitu mencapai Rp149,8 triliun dari Rp75,6 triliun pada 2020 dan Rp100,6 triliun pada 2019.

Kementerian PUPR mendapatkan alokasi anggaran tahun depan karena anggaran kementerian tersebut tahun ini dipotong sampai Rp75,6 triliun sehingga kompensasinya tahun depan untuk program-program infrastruktur yang mengalami penundaan akan dikejar untuk dituntaskan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement