Rabu 19 Aug 2020 19:47 WIB

Pemasangan 1.000 Baliho Imbas Pembakaran Saat Demo di DPR

Baliho Habib Rizieq di Jabodetabek diklaim dipasang simpatisan secara spontan.

Rep: Ratih Widihastuti Ayu Hanifah/ Red: Erik Purnama Putra
Baliho Habib Rizieq Shibah terpampang di Jalan H. Batong IV, Kelurahan Cilandak Barat, Jaksel, Rabu (19/8).
Foto: Shabrina Zakaria
Baliho Habib Rizieq Shibah terpampang di Jalan H. Batong IV, Kelurahan Cilandak Barat, Jaksel, Rabu (19/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemasangan 1.000 baliho Habib Rizieq Shihab (HRS) yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya dilakukan sebagai respon pembakaran poster yang dilakukan sekelompok pendemi di depan gedung DPR/MPR beberapa waktu lalu. Meski api tidak bisa membakar poster dengan foto Rizieq, namun banyak simpatisan yang merasa tergerak untuk memajang baliho dan spanduk di setiap sudut kota.

Ketua HRS Center, Abdul Choir Ramadhan, mengeklaim, mereka yang akhirnya memasang baliho di Jabodetabek itu merupakan kelompok ormas, pesantren, dan majelis taklim yang bergerak spontan. Choir menjelaskan, pemasangan ribuan baliho untuk menggugah rasa kecintaan para mahabah kepada HRS. Hal ini dilakukan untuk menghargai perjuangan HRS yang telah mencintai Rasulullah SAW.

Dia mengaku, kecewa dengan kasus pembakaran poster HRS dalam aksi demo di Jalan Gatot Soebroto. "Sebelumnya kami tersinggung dengan pernyataan dan pelecehan yang dilakukan membakar baliho habib, karena tidak pantas dilakukan," kata Choir saat dikonfirmasi Republika pada Rabu (19/8).

Choir pun menyinggung alasan mengapa HRS tidak bisa keluar dari Arab Saudi untuk pulang ke Indonesia. Dia menyebut, ada tangan kekuasaan dari Pemerintah Indonesia hingga membuat HRS tidak bisa pulang ke Indonesia. "Itulah yang berujung pada pengasingan politik," kata Choir.

Menurut, Choir dengan adanya pergerakan anggota Front Pembela Islam (FPI), pemerintah bisa menjalankan amanahnya untkk bertanggungjawab memulangkan HRS sebagai wujud melindungi warga negara Indonesia. "Kami meminta pemerintah bisa melindungi warga negaranya, baik luar maupun dalam negeri, karena merekalah yang mempunyai kewenangan," kata Choir, Rabu (19/8).

Hal itu lantaran pada Pilpres 2019, HRS tidak mendukung pasangan Joko Widodo-Ma'aruf Amin. Hal itu berakibat kepada pencekalan karena keputusan HRS membuat ada pihak penguasa yang tersinggung. Menurut Choir, hal itu bukan lagi menyangkut perkara hukum, melainkan sudah memasuki ranah politik.

"Apa iya karena masalah perbedaan pilihanpolitik, kemudian Habib Rizieq harus diasingkan lebih dari dua tahun? Karena tidak mendukung Jokowi-Ma'aruf, kalau andai saja menerima tawaran mendukung, mungkin saja pencekalan dicabut dan Habibie Rizieq Shihab bisa kembali ke Indonesia" kata Choir.

Dia kembali menegaskan, HRS tidak diizinkan otoritas berwenang Kerajaan Arab Saudi untuk meninggalkan negara itu. Padahal, HRS ingin pulang ke Indonesia. Hanya saja, Choir tidak mau membuka siapa sosok yang berkepentingan agar HRS tidak balik ke Indonesia.

"HRS tidak bisa keluar di Arab Saudi, padahal tidak ada masalah. Ternyata, temuan kita menemukan ada kepentingan tertentu di pemerintahan ini yang menginginkan agar HRS tidak boleh keluar. Itu kan bukan perkara hukum lagi, ini politik," kata Choir .

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement