Selasa 18 Aug 2020 22:40 WIB

Waspada, Sushie Rentan Haram

Bahan yang paling kritis dicermati ialah penggunaan daging.

Waspada, Sushie Rentan Haram (ilustrasi).
Foto: trivadvisor.com
Waspada, Sushie Rentan Haram (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebelum 2000-an, Sushie termasuk makanan berkelas. Sushie hanya ditemukan di restoran Jepang ternama atau hotel-hotel berbintang. Harganya pun cukup mahal. Akan tetapi, kini sushie menjadi santapan yang mudah ditemukan. Penggemar Sushie bisa mendapatkannya di mall, restoran, hingga kedai-kedai. Harganya pun lebih bersahabat.

Kehadiran makanan Jepang yang satu ini tentunya menjadi alternatif makanan, termasuk umat Islam. Tapi, jangan silau dulu, kata Wakil Direktur LPPOM MUI Ir Muti Arintawati, sebagaimana produk makanan atau minuman lain tentu dituntut kejelian dan kehati-hatian. Ini menyangkut soal status kehalalan dan ketayiban bahan yang digunakan. 

Muti menjelaskan, sushie banyak variasinya, terdiri atas beberapa komponen, yaitu sushi-meshi campuran japanese rice dan rice vinegar, ditambah gula, garam, terkadang ditambah kombu (sejenis rumput laut) dan sake. Ada juga tambahan nori, yakni produk olahan rumput laut. Variasi lainnya berupa neta, yaitu aneka seafood mentah, sayuran, dan daging mentah.

Dari komponen tersebut, Muti menilai, bahan yang paling kritis dicermati ialah penggunaan daging. Daging hewan apakah yang dipakai sebagai bahan dasarnya. Bila berasal dari daging hewan haram, seperti babi, maka sudah jelas hukumnya diharamkan. Jika bukan berasal dari daging babi, harus ditelusuri proses pemotongannya. Karena pemotongan yang tidak sesuai dengan kaidah penyembelihan yang digariskan syariat, hukum daging tersebut bisa dinyatakan bangkai dan najis. “Tak boleh dikonsumsi Muslim,” katanya.

 

Untuk bumbu-bumbu yang diramu bersama sushie, ada beberapa nama yang digunakan. Di antaranya, produk fermentasi kedelai (shoyu, soy sauce), wasabi, Japanese style mayonnaise yang mengandung rice vinegar, serta MSG. Yang perlu dicermati, imbuhnya,pemakaian mirin dan sake. Keduanya adalah minuman beralkohol khas Jepang. “Sake dan mirin tergolong minuman keras (khamar). Hukumnya jelas-jelas diharamkan penggunaannya meskipun hanya sekecil apapun,” tegasnya.

Selain itu, waspadai pula saus yang digunakan di makanan Jepang. Walaupun saus itu bahannya dari kedelai, menurut Muti, peluang penggunaan bahan tambahan yang kritis tetap ada. Demikian halnya dengan vinegar, yaitu asam cuka. Dia mengutip kesimpulan yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI. Lembaga itu berpendapat vinegar halal. Pada masa Rasulullah SAW bahan haram yang berubah menjadi halal adalah khamar yang berubah menjadi cuka.

“Jadi, cuka hasil fermentasi bukan termasuk khamar sehingga boleh (dikonsumsi).” Meski demikian, dia tetap mengingatkan agar selektif. Hal ini mengingat banyak produk vinegar yang beredar di pasaran. Tentu dengan beragam jenis dan bahan dasarnya. “Ini yang harus dicermati,” katanya.

Selain itu, Muti menyayangkan, animo masyarakat yang tinggi terhadap panganan itu tak diimbangi dengan kesadaran dari pelaku usaha sushie. Hingga kini, belum terdapat restoran Jepang penjaja sushie yang mengajukan sertifikasi halal usaha mereka.

Dia mengimbau agar konsumen Muslim tetap jeli dan cermat. Sebelum memutuskan untuk menyantap makanan tersebut, alangkah baiknya bertanya kepada pihak restoran terkait kehalalan dan ketayibannya. “Tak ada salahnya menanyakan aman atau tidaknya (sushie) dikonsumsi,”ujarnya.

 

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Jumat, 18 Januari 2013

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement