Jumat 28 Aug 2020 09:40 WIB

3 Jejak Arsitektur Indah Islam di Cordoba

Di bawah kekhalifahan Umayyah, Cordoba menjadi salah satu kota paling indah di dunia.

Foto: republika
Situs Islam di Cordoba.

REPUBLIKA.CO.ID,  Secara geografis, Cordoba terletak di Provinsi Andalusia, sebelah barat Spanyol. Sejarah Cordoba memasuki babak baru ketika Islam datang ke sana pada 711 M atau 93 H, di bawah komando Tariq bin Ziad.

Di bawah kekhalifahan Umayyah, Cordoba menjadi salah satu kota paling indah di dunia. Kemewahan dan budaya Cordoba tak tertandingi di seluruh Eropa Barat. Pada puncak kejayaannya.

Cordoba berpenduduk setengah juta orang yang menghuni 113 ribu rumah yang tersebar di 21 kawasan subur. Ada pula 1.600 masjid, 900 pemandian umum dan lebih dari 80 ribu toko. Sementara, pada masa kekhalifahan al-Hakam II, salah satu khalifah paling cendekia, Cordoba menjadi salah kota paling berbudaya di Eropa. Berikut tiga jejak kemegahan Islam di Cordoba: 

> Masjid Agung Cordoba

Masjid Cordoba mulai dirancang pada 785 M. Dua tahun kemudian, Khalifah Abdurrahman I mewujudkan rancangan itu menjadi masjid. Awalnya, bangunan masjid itu hanya berukuran 70 meter  persegi.  Orang Spanyol masa kini menyebutnya Le Mezquita. Pada 1994, bangunan megah ini didaulat  UNESCO sebagai tempat yang sangat penting dan bersejarah di dunia.

> Universitas Cordoba

Ketika Khalifah al-Hakam II berkuasa, Cordoba tampil sebagai kota yang sangat berbudaya. Universitas ini berhasil menandingi Universitas al-Azhar di Kairo dan Universitas Nizamiyah di Baghdad. Tak heran, banyak pelajar dari berbagai wilayah di Eropa, Afrika, dan Asia, baik Muslim maupun non-Muslim, datang ke Andalusia, khususnya Cordoba, untuk menimba ilmu.

>Al-Madinah az-Zahra

Al -Madinah az-Zahra (dinamakan juga Kota az-Zahra) dibangun khalifah Abdur Rahman III. Terletak sekitar lima kilometer dari Cordoba. Pembangunan kota-istana ini dimulai pada 936 M dan berlanjut selama 25 tahun. Sayangnya, kota luar biasa ini hanya bertahan 50 tahun. Kota ini diporak-porandakan dan dijarah saat pecah perang saudara (1010-1013). 

Pengolah: Nashih Nashrullah, Sumber: Harian Republka

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement