Senin 17 Aug 2020 07:53 WIB

Rusia Siap Tawarkan Bantuan Militer ke Belarusia

Belarusia memiliki jaringan pipa yang digunakan untuk ekspor energi Rusia.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu.
Foto: Michael Klimentyev/EPA
Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia menawarkan bantuan militer kepada Pemerintah Belarusia untuk mengamankan aksi protes besar-besaran di Belarus. Pada Ahad (16/8), ribuan orang memenuhi pusat ibu kota Minsk dan menyerukan Presiden Alexander Lukashenko mundur dari jabatannya, setelah terpilih kembali dalam pemilihan umum.

Lukashenko telah berkuasa selama 26 tahun. Lukashenko dituding telah melakukan kecurangan dalam pemungutan suara.

Baca Juga

Para penentang Lukashenko mengatakan, penguasa tersebut telah memanipulasi hasil pemungutan suara, karena faktanya dia telah kehilangan dukungan publik.

Kremlin menyatakan, Presiden Vladimir Putin telah berbicara kepada Lukashenko dan menawarkan bantuan militer sesuai dengan pakta militer kolektif jika diperlukan. Rusia mengawasi situasi Belarusia dengan cermat.

Belarusia memiliki jaringan pipa yang digunakan untuk ekspor energi Rusia ke negara-negara Barat. Lukashenko dan Putin telah melakukan pembicaraan sebanyak dua kali pada akhir pekan ini.

Lukashenko mengatakan, tank dan pesawat NATO telah dikerahkan tak jauh dari perbatasan Belarusia. NATO mengatakan, pihaknya sedang memantau situasi di Belarusia namun tidak ada pembangunan pos militer di perbatasan negara itu.

“Pasukan NATO ada di gerbang kami. Lituania, Latvia, Polandia dan Ukraina memerintahkan kami untuk mengadakan pemilihan baru. Belarusia akan mati sebagai negara jika pemungutan suara ulang dilakukan," ujar Lukashenko.

Perdana Menteri Cheska  Andrej Babis mengatakan, Uni Eropa harus membantu Belarusia dan menentang campur tangan militer Rusia. Dia mengingat aksi protes di Cheska yang berlangsung ricuh karena invasi militer yang dipimpin oleh Moskow pada 1968, serta penggulingan komunisme secara damai pada 1989.

"Belarusia tidak boleh mengalami apa yang kami alami pada 1968. Uni Eropa harus aktif mendukung Belarusia," ujar Babis.

Aksi protes anti-Lukashenko juga terjadi di kota-kota lain di Belarusia. Kementerian Dalam Negeri Belarusia mengeklaim tidak ada penangkapan dalam aksi demonstrasi tersebut. Namun media lokal melaporkan beberapa orang telah ditangkap dan ditahan oleh petugas keamanan.

Sejumlah pegawai negeri, termasuk beberapa petugas polisi dan staf televisi negara mendukung aksi protes tersebut. Bahkan beberapa pabrik milik negara yang terbesar di Belarus harus tutup, karena pegawainya melakukan mogok kerja.

Rival oposisi Lukashenko dalam pemilihan umum, Sviatlana Tsikhanouskaya menyerukan "March of Freedom" di kota-kota lain di Belarusia untuk mendukung pemungutan suara ulang. Dia juga menyerukan pembentukan dewan nasional untuk memfasilitasi transfer kekuasaan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement