Ahad 16 Aug 2020 09:51 WIB

Tips Jaga Mata Anak Tetap Sehat Selama Belajar Daring

Dokter mata berikan solusi terkait penggunaan gawai untuk belajar anak saat pandemi.

Dokter mata berikan solusi terkait penggunaan gawai untuk belajar anak saat pandemi (Foto: ilustrasi anak belajar daring)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Dokter mata berikan solusi terkait penggunaan gawai untuk belajar anak saat pandemi (Foto: ilustrasi anak belajar daring)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis mata RSUI, Anissa Nindhyatriayu Witjaksono, mengatakan, penggunaan gawai untuk keperluan belajar anak-anak di masa pandemi tidak akan berdampak secara langsung pada mata (menjadi minus). Namun, dia mengingatkan perlunya pengaturan jarak penggunaan gawai.

Pasalnya, near-work activity bisa mempengaruhi perkembangan miopia. Hal ini sebagai akibat adanya kecenderungan untuk melihat benda, termasuk gawai dalam jarak terlalu dekat.

Baca Juga

“Penggunaan gadget tidak menjadi masalah sepanjang penggunaan tersebut tidak berlangsung lama. Namun jika terlalu lama akibatnya dapat membuat mata cenderung menjadi lelah. Hal ini dikarenakan biasanya anak-anak (dan juga orang dewasa) menatap gadget dalam membuat frekuensi berkedip berkurang," kata Anissa dalam siaran persnya, dikutip Ahad (16/8).

Menurut dia, pada keadaan normal, mata manusia normalnya berkedip 15 kali per menit. Namun, cahaya gawai bisa menyebabkan orang hanya berkedip 5-7 kali per menit dan inilah yang menyebabkan mata menjadi lelah.

 

Anissa menyebutkan, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, yakni melakukan metode 20-20-20 yakni 20 menit melihat gawai. Lalu 20 detik istirahat melihat atap langit-langit atau benda jauh sekitar 6 meter (20 kaki).

Pada anak, Anissa merekomendasikan penggunaan gawai hanya difokuskan untuk keperluan sekolah. Sementara untuk aktivitas hiburan sebaiknya dialihkan dengan aktivitas lain.

Hal ini salah satunya demi menghindari terjadinya kelainan refraksi, atau kondisi dimana gambaran benda yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan tepat di retina. Akibatnya, bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam. Kelainan refraksi dibagi menjadi tiga yaitu rabun jauh (miopi), rabun dekat (hiperopia) dan astigmatisma (mata silinder).

“Kelainan refraksi merupakan kelainan mata terbanyak di masyarakat, tak terkecuali dengan anak-anak. Ada beberapa gejala kelainan refraksi pada anak yang dapat menjadi acuan orang tua yaitu pandangan buram, mengernyitkan dahi saat melihat, mendekatkan mata saat membaca dan prestasi di sekolah menurun. Jika anak-anak mengalami salah satu gejala tersebut tentunya orangtua harus segera mewaspadai.” ujar Anissa.

Kelainan refraksi disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau kebiasaan. Pada faktor lingkungan, dipengaruhi oleh aktivitas luar, jarak baca dan pencahayaan saat membaca. Hasil penelitian menunjukan, anak yang memiliki waktu 40 menit bermain di luar per hari dapat mengurangi resiko progresivitas miopia (rabun jauh).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement