Jumat 14 Aug 2020 19:27 WIB

Berani atau Takut Israel, Akankah Satukan Negara Arab?

Negara-negara Arab selalu mempunyai sikap berbeda menghadapi Israel.

Negara-negara Arab selalu mempunyai sikap berbeda menghadapi Israel. Logo Liga Arab
Negara-negara Arab selalu mempunyai sikap berbeda menghadapi Israel. Logo Liga Arab

REPUBLIKA.CO.ID, Uni Emirat Arab dan Israel sepakat untuk melakukan normalisasi hubungan. Kesepakatan normalisasi hubungan Israel-UEA tercapai setelah Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan melakukan pembicaraan via telepon, Jumat (14/8).

Di bawah kesepakatan tersebut, Israel setuju untuk menangguhkan rencana pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat. Trump berharap langkah UEA akan diikuti negara-negara Arab lainnya. Dia pun berencana mengundang Netanyahu dan Sheikh Mohammed ke Gedung Putih dalam tiga pekan mendatang. 

Baca Juga

Kesepakatan ini pun menuai pro dan kontra di negara Arab.  Oman dan Mesir termasuk yang mendukung normalisasi tersebut. Sementara Palestina dan unsur Hamas menentang keras. Kesepakatan ini pun membuat Turki protes keras. Israel juga dalam waktu dekat akan menjajaki noramalisasi dengan Bahrain. 

Israel, bagi negara Arab ibarat benci dan cinta, terkadang mempersatukan negara-negara Arab terkadang pula justru membuat mereka bertika. Jika ditilik sejarah, negara-negara Arab yang terhimpun dalam Liga Arab itu lebih sering bertikai daripada bersatu. Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, pada 1977 Presiden Mesir Anwar Sadat mengkhianati bangsa Arab dengan berkunjung ke Israel untuk tujuan perdamaian.

Pada 1978 ia menandatangani perjanjian Camp David, sebuah perjanjian dengan Israel. Tentu saja, negara-negara Arab lainnya berang. Sejak saat itu, bangsa Arab tidak lagi satu kata dalam melawan Israel.

Ketika terjadi peperangan Irak dan Iran pada 1980-an, beberapa negara Arab, seperti Arab Saudi dan Kuwait mendukung dan membantu Irak sebagai usaha agar revolusi Islam tidak meluas ke negara-negara mereka. Sedangkan, Libya dan Suriah justru mendukung dan membantu Iran.

Ketika Irak melakukan aneksasi atas Kuwait (tahun 1990) sikap negara-negara Arab juga tidak persis sama. Hal ini juga terjadi ketika perang antara Amerika Seikat dan sekutunya pada 1990 melawan Irak untuk mengembalikan kemerdekaan Kuwait.

Pada 1992, ketika Amerika Serikat memprakarsai PBB untuk melakukan embargo udara atas Libya, kembali anggota-anggota Liga Arab tidak mencapai kata sepakat. Bahkan, sebagian besar justru mendukung keputusan PBB yang merugikan negara Arab itu. Tradisi perang antarkabilah sebelum Islam kelihatannya berubah menjadi tradisi konflik antarnegara dewasa ini.

Sejak kematian Saddam Hussein dan Muammar Qaddafi, sikap dunia Arab seakan-akan tak pernah bisa rukun dan kian melunak terhadap Israel. Para pemimpinnya tampak mulai sibuk dengan urusannya masing-masing.

Bahkan, menurut laporan Global Search, mereka kini membiarkan jet-jet tempur Israel ikut menggempur Yaman dalam perang saudara antarsesama bangsa Arab yang berlangsung belakangan ini.

Terlepas benar atau tidaknya informasi tersebut, tentunya kita terus berharap supaya bangsa Arab kembali bersatu dan menata kembali dunia Islam yang semakin diamuk oleh 'benturan peradaban', sedikit meminjam istilah Samuel P Huntington. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement