Jumat 14 Aug 2020 13:20 WIB

Covid-19, Pakar: Jangan Bakar Lumbung Padi untuk Buru Tikus

Pemerintah sangat dilematis dalam menangani kasus Covid-19 di klaster perkantoran.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus Yulianto
Ancaman Covid-19 (ilustrasi)
Foto: republika
Ancaman Covid-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengakui, pemerintah sangat dilematis dalam menangani kasus Covid-19 di klaster perkantoran. Sebab, jika kantor tersebut ditutup dalam iangka waktu 14 hari, maka tentu sangat merugikan secara ekonomi. Namun sebaiknya, jika tidak ditutup berpotensi menularkan Covid-19.

"Jangan sedikit-sedikit ditutup, cukup ditutup tiga hari saja. Karyawan yang diduga terpapar harus ditangani tersendiri, disuruh isolasi mandiri.  Jangan bakar lumbung padi untuk memburu tikus, cukup tangkap saja tikusnya," ujar Trubus saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (13/8).

Mungkin, kata Trubus, tidak ada masalah kantor itu ditutup jika itu milik kementerian atau lembaga negara, tapi tidak dengan swasta. Karena di masa pandemi ini, mereka sudah sangat tercekik, apalagi jika harus ditutup lagi dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Semestinya sektor-sektor itu ekonomi dibuka saja tetapi dengan syarat pengawasan protokol kesehatan  yang ketat.

"Harusnya pemerintah itu menggratiskan masker, meningkat edukasi kepada masyarakat, khusus pekerja. Mereka itu tahu Covid-19 tapi mereka juga butuh makan, jadi jaring pengaman sosial juga harus ditinjau," tutur Trubus.

Selain penerapan protokol kesehatan yang ketat, pemerintah juga harus memberikan keteladanan. Harusnya para pengambil kebijakan, terutama anggota DPRD itu terjun langsung ke masyarakat. Bagaimanapun juga, kata Trubus, mereka terpilih sebagai anggota dewan karena masyarakat yang memilihnya. 

"Jangan membuat kebijakan-kebijakan untuk menangani Covid-19 yang tidak ada kaitannya dengan kesehatan seperti penerapan ganjil genap," ungkapnya.

Oleh karena itu, Trubus merasa heran dengan diperpanjangnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi di DKI Jakarta tanpa ada evaluasi. Apalagi PSBB ini memakan korban terus menerus seperti pelaku usaha di bidang hiburan, bioskop misalnya. Seharusnya bioskop itu dibuka saja tapi tetap dengan protokol kesehatan yang ketat. Sehingga karyawannya dapat bekerja dan bisa memulihkan daya beli. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement