Kamis 13 Aug 2020 19:27 WIB

Program Padat Karya Tunai Desa, Serap 96 Ribu Tenaga Kerja

dana desa sudah dimanfaatkan dalam bentuk BLT dan PKTD

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Petani memanen bibit tanaman sayur kembang kol di Desa Darawolong, Karawang, Jawa Barat, Jumat (10/7/2020). Pembibitan tanaman sayur di desa tersebut dikembangkan menggunakan dana desa dan penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) guna memperkuat ekonomi desa pada sektor pertanian produktif.
Foto: ANTARA /Muhamad Ibnu Chazar
Petani memanen bibit tanaman sayur kembang kol di Desa Darawolong, Karawang, Jawa Barat, Jumat (10/7/2020). Pembibitan tanaman sayur di desa tersebut dikembangkan menggunakan dana desa dan penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) guna memperkuat ekonomi desa pada sektor pertanian produktif.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Ketahanan ekonomi pedesaan Jawa Barat (Jabar) terpukul pandemi COVID-19. Pemanfaatan dana desa dilakukan. Begitu juga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dituntut inovatif. Sebab, BUMDes mempunyai peran strategis sebagai penggerak ekonomi desa. 

Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Jabar Bambang Tirtoyuliono, dana desa sudah dimanfaatkan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Padat Karya Tunai Desa (PKTD). 

BLT tahap I, senilai Rp 600 ribu sudah disalurkan kepada sekitar 890.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sedangkan BLT tahap II, senilai Rp 300 ribu memasuki proses penyaluran. 

"Program PKTD juga sudah berjalan. Sampai Juli kemarin, tercatat ada 11.301 kegiatan yang memang diakses untuk PKTD. Penyerapan tenaga kerja mencapai sekitar 96 ribu. BLT dan PKTD sebagai upaya untuk memulihkan ekonomi pedesaan dalam jangka pendek," ujar Bambang di Kota Bandung, Kamis (13/8).

Bambang menjelaskan, PKTD merupakan semua kegiatan pekerjaan yang didanai oleh dana desa harus menggunakan sebesar-besarnya pemanfaatan tenaga kerja di desa bersangkutan. Tenaga kerja yang menjadi prioritas adalah tenaga kerja dari keluarga miskin, tenaga kerja pengangguran, tenaga kerja pengangguran baru di desa. 

Selain pemanfaatan dana desa, kata Bambang, Pemerintah Provinsi Jabar intens mendorong BUMDes untuk berinovasi. BUMDes dinilai mampu menggerakkan ekonomi desa karena melibatkan masyarakat dalam kegiatan usaha. 

Apalagi, kata dia, jumlah BUMDes di Jabar terus bertambah setiap tahunnya. Pada 2018, hanya 3.695 dari 5.312 desa yang memiliki BUMDes. Tahun berikutnya jumlah BUMDes di Jabar tercatat 4.563. Tahun ini, jumlah BUMDes meningkat menjadi 4.890. "Masih ada desa yang belum memiliki BUMDes," katanya. 

Kemudian, kata dia, dari 4.890 BUMDes, ada sekitar 614 BUMDes belum aktif. Ini tugas bersama semua strata pemerintahan, pusat, provinsi, dan kabupaten. "Kami intens mendorong BUMDes untuk bisa aktif dan menggerakkan ekonomi desanya," katanya.

DPM-Desa Jabar, kata dia, memiliki lima strategi guna mengoptimalkan peran BUMDes dalam menjaga ketahanan ekonomi, yakni pendampingan, mentoring, membuka akses permodalan, memperluas akses pemasaran, dan menguatkan kelembagaan. 

Dalam pendampingan dan mentoring, kata Bambang, pihaknya menggandeng sejumlah pihak. Mulai dari Kadin sampai pelaku bisnis. Berbicara tentang akses permodalan, Pemprov Jabar dan pemerintah pusat memberikan bantuan modal kepada BUMDes yang memenuhi kriteria. "Kami juga coba membuka akses permodalan melalui perbankan. Dalam hal ini kami mengalami kendala karena BUMDes harus tercatat sebagai Badan Usaha. Sedangkan saat ini BUMDes dibentuk oleh Peraturan Desa," katanya. 

Untuk mempermudah BUMDes mengakses perbankan, kata dia, Pemprov Jabar sedang membuat database BUMDes secara komprehensif. Apalagi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) menggulirkan program pemberian nomor registrasi bagi BUMDes. Program itu dapat menguatkan legalitas BUMDes. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement