Kamis 13 Aug 2020 15:28 WIB

Universitas Israel Bantu Vaksin Covid-19 Rusia

Sejumlah pihak diminta untuk tidak terlalu buru-buru menolak vaksin Rusia.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Dalam foto dari Russian Direct Investment Fund, (6/8), tampak vaksin baru dari Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Moskow, Rusia. Negara Rusia, Selasa (11/8), mengumumkan menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 untuk puluhan ribu warganya. Pengembangnan vaksin Rusia padahal dianggap belum selesai di level uji klinis.
Foto: Alexander Zemlianichenko Jr/ Russian Direct
Dalam foto dari Russian Direct Investment Fund, (6/8), tampak vaksin baru dari Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Moskow, Rusia. Negara Rusia, Selasa (11/8), mengumumkan menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 untuk puluhan ribu warganya. Pengembangnan vaksin Rusia padahal dianggap belum selesai di level uji klinis.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Sebuah universitas Israel akan membantu menguji vaksin virus Corona yang dikembangkan oleh Rusia. Direktur Jenderal Hadassah University Medical Center, Zeev Rotstein mengatakan, Israel merekrut rumah sakit untuk berkolaborasi dalam uji klinis.

"Kami berperan dalam melakukan studi keamanan dan kemanjuran. Kami berhubungan langsung dengan orang-orang kami di Moskow untuk mendapatkan informasi," ujar Rotstein, dilansir Jerusalem Post, Kamis (13/8).

Baca Juga

Pada Selasa (11/8) lalu, Rusia mengumumkan akan menyetujui vaksin Covid-19 setelah melakukan pengujian kepada manusia selama dua bulan. Namun hal ini memicu kekhawatiran di kalangan pakar kesehatan global yang meragukan vaksin buatan Rusia tersebut. Mereka mengatakan, tanpa uji coba lengkap, vaksin tersebut diragukan efektivitasnya.

Rotstein mengatakan kepada Post  bahwa sejumlah pihak jangan terlalu cepat menolak vaksin virus Corona yang dibuat oleh Rusia. Dia menganjurkan agar otoritas Israel tidak hanya fokus pada perusahaan Amerika yang memproduksi vaksin, dan mengabaikan kemampuan ilmuwan Rusia.

"Saya akan merekomendasikan agar menteri luar negeri berhubungan dengan menteri luar negeri Rusia, agar tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa vaksin itu juga dialokasikan ke Israel," kata Rotstein.

Rotstein mengatakan, vaksin Rusia didasarkan pada virus Corona itu sendiri, sehingga tidak berisiko. Sementara, vaksin yang dikembangkan oleh Moderna di Amerika Serikat menggunakan pendekatan baru yang tidak pernah dilisensikan untuk digunakan kepada manusia.

Umumnya vaksin mengandung agen yang menyerupai mikroorganisme penyebab penyakit dan sering dibuat dari mikrob yang dilemahkan atau mati. Agen ini merangsang pembentukan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkan mikroorganisme yang terkait dengan agen tersebut.

“Ingat, ada ilmuwan senior Yahudi yang berpartisipasi (dalam pengembangan vaksin virus Corona) di mana-mana, tidak hanya di AS, juga di Rusia,” kata Rotstein.

Israel sedang mengembangkan vaksinnya sendiri melalui Institut Penelitian Biologi Israel, yang seharusnya memulai uji coba pada manusia pada bulan Oktober. Israel telah menandatangani perjanjian dengan Moderna dan Arcturus Therapeutics untuk opsi membeli kandidat vaksin mereka yang telah memulai uji coba pada manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement