Rabu 12 Aug 2020 13:52 WIB

Atasi Patek, Petani Cabai Bisa Gunakan Paket Agens Hayati

Antraknosa atau patek menjadi momok petani cabai yang selalu sebabkan gagal panen

 UPTD BPTPH Provinsi Jawa Timur bersama Laboratorium PHP Tulungagung melakukan gerakan pengendalian penyakit patek (antraknosa) menggunakan agens pengendali hayati Trichoderma yang diselang-selingkan dengan Plant Growth Promoting Rhyzobacteria (PGPR). Upaya ini diaplikasikan setiap dua hari sekali.
Foto: Kementan
UPTD BPTPH Provinsi Jawa Timur bersama Laboratorium PHP Tulungagung melakukan gerakan pengendalian penyakit patek (antraknosa) menggunakan agens pengendali hayati Trichoderma yang diselang-selingkan dengan Plant Growth Promoting Rhyzobacteria (PGPR). Upaya ini diaplikasikan setiap dua hari sekali.

REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR -- Petugas Pengamat OPT tanaman cabai di Kabupaten Blitar melaporkan banyak tanaman cabai terserang penyakit antraknosa. Antraknosa atau dikenal dengan “patek” sampai saat ini masih menjadi momok bagi petani karena bisa menyebabkan gagal panen.

Cabai yang sudah siap dipanen membusuk dan menurun produksinya. Akibatnya petani mengalami kerugian karena panen cabainya tidak optimal.  

Penyakit patek merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman cabai dan banyak menyebabkan kerugian bagi petani. Kehilangan hasil produksi cabai akibat serangan penyakit ini diperkirakan mencapai 20 hingga 90 persen terutama di musim penghujan. 

Penyakit patek pada cabai disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici. Penyakit ini dapat menyerang semua fase buah cabai baik pada saat fase cabai masih muda maupun fase cabai sudah masak. 

photo
Petugas Pengamat OPT tanaman cabai di Kabupaten Blitar melaporkan banyak tanaman cabai terserang penyakit antraknosa. Antraknosa atau dikenal dengan patek sampai saat ini masih menjadi momok bagi petani karena bisa menyebabkan gagal panen. - (Kementan)

Kelompok Tani Mangun Karyo di Desa Binangun Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar dengan tanamam utama cabai banyak terserang patek. Untuk mengendalikannya, UPTD BPTPH Provinsi Jawa Timur bersama Laboratorium PHP Tulungagung melakukan gerakan pengendalian penyakit patek (antraknosa) menggunakan agens pengendali hayati Trichoderma yang diselang-selingkan dengan Plant Growth Promoting Rhyzobacteria (PGPR). Upaya ini diaplikasikan setiap dua hari sekali.

“Bantuan bahan pengendalian tersebut diharapkan dapat mengurangi serangan patek sekaligus mengurangi penggunaan pestisida kimia,” ujar Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyanto, dalam keterangannya, Rabu (12/8)

Dijelaskan Prihasto, bentuk bantuan ini hanya sebagai stimulan saja agar petani dapat beralih dari budidaya konvensional berbahan kimia ke budidaya ramah lingkungan. "Tentunya dengan mengaplikasikan agens hayati dan pestisida nabati," ujar dia. 

Anton-sapaannya- menejelaskan, sebagaimana instruksi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, pemberian bantuan dalam bentuk Gerakan Pengendalian OPT langsung pada kelompok tani akan lebih tepat sasaran dan tepat manfaat. 

"Tujuannya untuk mendorong produktivitas petani sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani," ungkap dia. 

Terpisah, Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf meminta UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH), Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (PHP) dan Laboratorium Agens Hayati (LAH) agar lebih intensif lagi melakukan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan. Caranya dengan menggunakan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan dan terus menyebarluaskannya ke petani. 

"Diharapkan penerapan budi daya cabai ramah lingkungan di Kabupaten Blitar dapat meningkat sehingga petani sedikit demi sedikit dapat mengurangi ketergantungan pada penggunaan pestisidia kimia sintetik,”pungkas Yanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement