Rabu 12 Aug 2020 05:58 WIB

Cerita Jersey Sepakbola

Dalam sepakbola, salah satu hal yang paling penting adalah tim harus terlihat berbeda

Jersey kandang Inter Milan untuk musim 2020/2021.
Foto: Instagram Inter Milan
Jersey kandang Inter Milan untuk musim 2020/2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada periode Victoria (1857-1899), sepakbola adalah permainan yang terpaku dalam mencari cara memasukkan bola ke gawang lawan. Peraturan yang rigid seperti jumlah pemain, waktu pertandingan, hingga kostum pemain belum tertata seperti saat ini. 

Singkatnya, permainan sepakbola perlahan menemukan bentuk permainan dan aturan yang melekat di dalamnya.  Masalah lain kemudian muncul. Saat itu, FA Cup sudah diperkenalkan. Kedua tim yang berjumpa menemui kesulitan untuk mengenali rekan-rekan setimnya di lapangan karena pakaian tim yang tidak teratur. Hasilnya, FA mengeluarkan keputusan terkait kostum pemain. 

Baca Juga

"Dalam sepakbola, salah satu hal yang paling penting adalah tim harus terlihat berbeda dengan tim lain di lapangan. Satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan seragam yang berbeda. Tidak hanya untuk pesepakbola, tetapi agar penonton juga bisa mengenali pemain yang sedang bertanding," bunyi pernyataan FA saat itu. 

Seragam atau yang dikenal sebagai 'jersey' sebenarnya mulai dikenal sekitar tahun 1870. Blackburn Rovers dipercaya menjadi yang pertama kali memakai kostum khusus berwarna putih dengan aksen berwarna biru sebagai ciri khas Shrewsbury School. 

Mahalnya biaya pembuatan kostum sepakbola menyebabkan populernya jersey berwarna putih karena lebih mudah dan murah untuk didapatkan berbagai kalangan. Lambat laun, warna jersey menjadi simbol identitas sebuah tim hingga saat ini. 

Berbagai tim pun berlomba-lomba membuat desainnya sendiri sebagai ciri khas. Namun, tidak sedikit juga tim yang mengadaptasi bahkan memakai corak tim lain. 

Pada 1909, siswa sekolah Juan Elodruy di Bilbao membawa 50 potong jersey dengan corak garis merah-putih milik Southampton dari Inggris ke Spanyol menggunakan kapal. Beberapa tahun kemudian, para siswa tersebut membuka cabang klub sepakbola bernama Athletic de Madrid.

Lebih dari seratus tahun kemudian, dua klub sepakbola siswa yang berevolusi menjadi Athletic Bilbao dan Atletico Madrid itu masih menggunakan corak kostum yang sama hingga detik ini.  

Hal serupa juga terjadi pada jersey Barcelona yang berwarna biru dan merah. Sang pembentuk klub, Joan Gamper merupakan pria kelahiran Swiss yang pernah bermain di klub FC Basel dengan warna kostum yang sama. Hingga kini, desain jersey Barcelona dan Basel masih senada. 

Identitas klub berdasarkan warna kostum semakin mendarah daging ke tubuh penggemar. Laga final Piala FA antara Newcastle melawan Liverpool tahun 1974 diklaim menjadi momen pertama seorang suporter memakai kostum tim untuk menonton pertandingan di stadion. 

Dalam sebuah foto pertandingan, terlihat dua orang pendukung Newcastle mamakai kostum hitam-putih khas The Magpies. Meski demikian, Liverpool keluar sebagai juara dengan skor 3-0.  Sejak saat itu, jersey tiruan untuk supporter terus diproduksi oleh manajemen tim hingga menjadi salah satu tulang punggung sebuah pemasukan klub. 

Tak ayal di era sepakbola modern, penjualan jersey adalah taktik bisnis untuk meraup keuntungan. Saat Juventus membeli Cristiano Ronaldo dari Real Madrid dengan nilai 100 juta euro pada 2018 lalu, Bleacher Report melaporkan klub berjuluk Bianconeri itu mencatat penjualan 51 juta euro hanya dalam waktu satu hari. Alhasil, Juventus hanya memerlukan 2x24 jam untuk balik modal. 

Hal serupa terjadi pada Manchester United (MU) ketika membeli Paul Pogba dengan banderol 93 juta poundsterling tahun 2016. Meski banyak menuai kecaman karena merekrut bekas pemain dengan harga tinggi, MU banjir pesanan jersey dan berhasil meraup omzet 190 juta poundsterling dalam waktu sekejap. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement