Selasa 11 Aug 2020 08:51 WIB

Soal Pembiayaan Utang Corona, Pemerintah Tidak 'Ugal-ugalan'

Pemerintah tak akan asal cetak uang untuk kebutuhan belanja pemerintah.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pemerintah tetap mengedepankan sikap kehati-hatian pada setiap kebijakan yang diambil dalam penanganan pandemi Covid-19.
Foto: ANTARA/nova wahyudi
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pemerintah tetap mengedepankan sikap kehati-hatian pada setiap kebijakan yang diambil dalam penanganan pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pemerintah tetap mengedepankan sikap kehati-hatian pada setiap kebijakan yang diambil dalam penanganan pandemi Covid-19. Khususnya terkait skema pembiayaan utang dengan cara berbagi beban bersama Bank Indonesia (BI) yang menjadi sorotan lembaga pemeringkat kredit internasional Fitch Ratings.

Dalam masa pandemi, Sri mengatakan, dibutuhkan kebijakan yang extraordinary, termasuk dengan berbagi beban bersama dengan BI. Tapi, ia menyebutkan, pihaknya bersama bank sentral tetap memiliki kerangka kebijakan ekonomi makro dan mikro sektoral yang seluruhnya dijaga secara hati-hati.

Baca Juga

"Semua sesuai kebutuhan dan tidak ugal-ugalan," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Senin (10/8).

Sri menyebutkan, pemerintah Indonesia telah memberikan penjelasan mengenai kebijakan burden sharing yang ditempuh pemerintah bersama BI. Termasuk mengenai langkah-langkah yang dipastikan masih dalam rambu-rambu internasional secara prudent dan adil.

 

Selain itu, Sri menegaskan, pemerintah tidak akan asal 'cetak uang' untuk kebutuhan belanja pemerintah, termasuk dalam penanganan pandemi Covid-19. "(Kami) tidak ugal-ugalan yang gambarkan, mencetak uang mudah dan bisa menggunakannya dengan tidak bertanggung jawab," ujar mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Dalam laporannya, Senin, Fitch Ratings mempertahankan peringkat utang luar negeri Indonesia pada peringkat BBB/outlook stabil (investment grade). Terdapat dua faktor yang membuat Indonesia mampu mencapai peringkat tersebut. Mereka adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang relatif baik dan utang pemerintah yang relatif rendah.

Secara garis besar, Fitch memberikan catatan positif kepada pemerintah Indonesia mengenai terobosan yang dilakukan untuk menghadapi tekanan akibat pandemi Covid-19. Di antaranya, pembiayaan defisit secara langsung dengan intervensi bank sentral dan pelebaran batasan defisit fiskal hingga di atas tiga persen.

Menurut Fitch, kebijakan fiskal yang berhati-hati dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan berbagai langkah extraordinary tersebut. 

"Oleh karena itu, kami yakin, pemerintah bisa kembali ke pagu defisit tiga persen pada 2021, sejalan dengan rencana yang dinyatakan," tulis lembaga asal Amerika Serikat itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement