Selasa 11 Aug 2020 04:30 WIB

Belanja...Belanja...Belanja... Cara Selamat dari Resesi

Berharap masyaraat tetap berbelanja saat mereka belum merasa aman dari covid-19.

Friska Yolandha
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Friska Yolandha*

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II 2020. Ekonomi kita pada tiga bulan kedua tahun ini terkontraksi cukup dalam, yaitu 5,32 persen year on year (yoy). Minus. Penyebabnya adalah pembatasan aktivitas sejak Covid-19 menyebar di Indonesia pada awal Maret.

Sektor yang terkontraksi sangat dalam adalah pariwisata dan penerbangan, yaitu minus 29,22 persen secara kuartalan. Disusul sektor akomodasi dan makanan minuman yang juga minus 22,31 persen.

Seperti yang kita alami empat bulan ke belakang, pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), termasuk menghentikan aktivitas penerbangan dan menutup tempat wisata.

Pembatasan aktivitas diharapkan dapat mengurangi penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dampaknya, PSBB melumpuhkan ekonomi nasional. Jakarta yang tak pernah tidur pun akhirnya jadi sepi bahkan sebelum malam hari.

Pertokoan yang biasanya ramai oleh pembeli, kini harus tutup dan mencoba peruntungan di pasar online. Bioskop kosong, mal tutup, food court pun tak berani menerima pesanan makan di tempat. Harus bawa pulang.

Itu baru pasar domestik. Di pasar ekspor-impor, dampaknya lebih besar lagi. Pabrik ditutup, pesawat dikandangkan, bandara tak beroperasi, pelabuhan tutup sehingga aktivitas ekspor-impor nyaris lumpuh. Hanya produk-produk tertentu yang boleh keluar-masuk.

Ya, industri penerbangan meregang nyawa dan mati suri akibat pandemi. Industri ini seiring sejalan dengan sektor andalan kita: pariwisata. Ditutupnya kedua sektor ini berdampak pada okupansi hotel dan aktivitas perdagangan di sekitar tempat wisata. Larangan aktivitas juga menghentikan kegiatan seperti konser, seminar, dan rapat.

Melihat ekonomi yang hidup segan mati tak bisa, pemerintah akhirnya melonggarkan PSBB dan mengizinkan pesawat kembali terbang, aktivitas bisnis kembali dibuka, dan tempat wisata boleh menerima pengunjung. Syaratnya, protokol kesehatan wajib hukumnya.

Di sisi lain, bantuan tunai langsung tetap diberikan kepada masyarakat terdampak. Pemerintah juga mengucurkan sejumlah dana untuk meringankan kredit pelaku usaha melalui bank milik pemerintah.

Sayangnya, ini semua belum mampu mendorong daya beli yang jatuh selama PSBB. Perekonomian belum bergerak normal.

Baru-baru ini, pemerintah akan memberikan tambahan gaji kepada pegawai formal yang selama ini dinilai belum tersentuh bantuan. Mereka yang gajinya di bawah Rp 5 juta akan mendapat bantuan gaji senilai Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan. Diharapkan, bantuan ini dapat meningkatkan aktivitas konsumsi yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).

Keyakinan ini sejalan dengan stimulus yang dilakukan untuk pelaku usaha, terutama UMKM. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan deretan insentif dan stimulus sudah dirancang agar menyentuh seluruh sektor dan seluruh kelompok ekonomi masyarakat. Dengan begitu, diharapkan konsumsi bisa tumbuh dan produksi bisa ikut pulih.

Namun, ekonom Indef Bhima Yudhistira meragukan pemberian gaji untuk pekerja akan mendongkrak konsumsi. Ia mengatakan hal tersebut disebabkan oleh psikologis masyarakat yang belum pulih sepenuhnya untuk melakukan belanja. Menurutnya, pekerja akan lebih memilih untuk menyimpan uang dan mengerem pengeluaran.

Resesi ekonomi membayangi seluruh negara yang terdampak pandemi Covid-19 tak terkecuali Indonesia. Beberapa negara sudah mengumumkan resesi seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan baru-baru ini Filipina. Sama seperti kita, Amerika Serikat dan Korea Selatan masih berjuang untuk tidak terseret arus resesi.

Kuartal III 2020 adalah penentu apakah kita akan terjun ke jurang resesi atau bertahan. Caranya? Belanja, belanja, belanja. Jika pertumbuhan kuartal III masih minus, maka mari kencangkan ikat pinggang dan bersiap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Teman jualan dimsum di Instagram? Iciplah. Saudara memulai usaha ayam bakar? Belilah. Tetangga buka warung? Jajanlah. Di sisi lain, tetap bersedekah karena gaji dari Tuhan tidak bisa dihitung pakai rumus matematika. Dan, tetap menabung untuk dana darurat karena kita tidak tahu kejutan apa lagi yang akan diberikan tahun 2020 di empat bulan terakhir.

 

*) Penulis adalah Redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement