Senin 10 Aug 2020 16:19 WIB

Permintaan Ekspor Buah Selama Pandemi Meningkat Tajam

Permintaan ekspor buah segar kurun waktu Januari-Mei 2020 mencapai 375 ribu ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Pengepul menyortir buah manggis kualitas ekspor di gudang manggis Parik Malintang, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat, Senin (3/8/2020). Balai Karantina Pertanian Padang mencatat dalam sepekan terakhir sebanyak 32 ton buah manggis senilai Rp1,44 miliar asal provinsi itu kembali diekspor dengan negara tujuan Cina.
Foto: ANTARA /Iggoy el Fitra
Pengepul menyortir buah manggis kualitas ekspor di gudang manggis Parik Malintang, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat, Senin (3/8/2020). Balai Karantina Pertanian Padang mencatat dalam sepekan terakhir sebanyak 32 ton buah manggis senilai Rp1,44 miliar asal provinsi itu kembali diekspor dengan negara tujuan Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Koordinator Perekonomian, menuturkan, permintaan ekspor buah meningkat tajam selama pandemi Covid-19. Melihat adanya peningkatan kebutuhan buah, pemerintah mendorong pelaku usaha bersama para petani untuk mulai meningkatkan produksi buah-buahan nusantara demi menangkap peluang pasar.

Deputi Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kemenko Perekonomian, Musdalifah Machmud, mengatakan, permintaan ekspor buah segar kurun waktu Januari-Mei 2020 mencapai 375 ribu ton. Sementara itu, nilai tambah ekspor dibanding periode yang sama tahun lalu meningkat 73,4 persen.

"Ini peluang dan tantangan untuk meningkatkan produksi dan ekspor komoditas buah-buahan. Perlu gerakan besar untuk membangunkan raksasa tidur," kata Musdalifah dalam Webinar Konsumsi Buah Nusantara, Senin (10/8).

Ia mengatakan, produsen buah tropika perlu menangkap peluang yang ada demi memanfaatkan momentuk pandemi. Pemerintah sendiri, kata dia, mulai tahun ini memulai gerakan konsumsi buah nusantara. Hal itu diharapkan dapat membantu kampanye konsumsi buah dan meningkatkan permintaan buah dalam negeri.

 

Sebab, rata-rata konsumsi buah nasional saat ini masih sekitar 41,95 kilo kalori atau setara 67 gram per kapita per hari. Angka itu masih dibawah standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 150 gram per kapita per hari. "Perlu dilakukan gerakan bersama secara masif untuk sosliasisasi konsusmsi buah nusantara," kata Musdalifah.

Sementara itu, Rektor IPB University, Arif Satria, mengatakan, dibutuhan peran teknologi berbasis 4.0 untuk bisa meningkatkan produksi saat ini. Kecerdasan buatan atau artificial intelligence amat dibutuhkan dunia pertanian untuk bisa memetakan potensi produksi sekaligus bisnis yang memiliki prospek positif.

"Berapa data riil produksi, riil luasan panen, ini tantangannya. Bagaimana kita pastikan semua data ini bisa akurat. Kalau kita punya sistem satu pintu, itu bisa dimanfaatkan bagi pengusaha, pemerintah, dan perguruan tinggi," kata dia.  

Arif mengatakan, yang dibutuhkan saat ini sudah pada tahap percepatan transformasi teknologi agar Indonesia tak lagi tertinggal dari negara lain. Mekanisasi dari tahap penyiapan lahan, pemupukan, hingga panen membutuhkan teknologi otomatisasi agar kualitas buah yang diperoleh jauh lebih baik.

Rata-rata petani di Indonesia, khususnya buruh tani yang bekerja di lapangan sudah berusia 47 tahun. Sementara generasi muda kecil kemungkinan untuk mau turun seperti buruh sehingga kemungkinan besar akan menjadi pemilik bisnis. Karena itu, mekanisasi dalam proses budidaya tanaman harus dimulai dengan teknologi 4.0."Kita harus mencetak generasi milenial by design, bukan by accident. Dengan begini mereka bisa hadir menjadi pelaku usaha," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement