Senin 10 Aug 2020 05:59 WIB

Siapa yang Gagal, Juventus atau Sarri?

Siapa sangka, dengan filosofi catenaccio mampu membawa kesuksesan bagi Italia.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Agung Sasongko
Ekspresi kekecewaan pemain Juventus seusai dipastikan tersingkir dari Liga Champions musim ini.
Foto: EPA-EFE/ALESSANDRO DI MARCO
Ekspresi kekecewaan pemain Juventus seusai dipastikan tersingkir dari Liga Champions musim ini.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Siapa sangka, dengan filosofi catenaccio mampu membawa kesuksesan bagi Italia dalam beberapa edisi Piala Dunia.  Juventus, klub Seri A yang sering menyumbang banyak anggotanya, ke Gli Azzurri tentu bertalian erat dengan filosofi tersebut. 

Secara pribadi, saya tumbuh di era 90 an. Saat itu, Seri A berada di posisi teratas. Para pemain terbaik dari seluruh dunia, ingin tampil di sana.  Di kamar ganti si Nyonya Tua bercokol jugador dengan kualitas kelas wahid. Sederet nama besar tersebut di antaranya, Zinedine Zidane, Didier Deschamps, Alessandro Del Piero, dan sebagainya. Bahkan pada awal 2000 an, Juve tetap menampung para bintang. Ada Pavel Nedved, Patrick Viera, Zlatan Ibrahimovic, hingga Lilian Thuram.

Baca Juga

Jika membaca nama-nama di atas, tentu sebagian penikmat sepakbola membayangkan Bianconeri saat itu, bakal dominan di sebuah pertandingan. Mereka menguasai bola, menyerang, dan menari-nari di sepertiga pertahanan lawan mirip Barcelona, Bayern Muenchen, atau Manchester City saat ini. 

Rupanya tidak demikian, Juve sangat Italia. Jangan harapkan para pemain klub tersebut, bakal menaikkan garis pertahanan jika sudah unggul. Mereka lebih memilih bertahan dan mengamankan hasil, ketimbang mencari gol tambahan. Karenanya Juventus di era jayanya, justru membosankan. Siapa pun penggemar tim tersebut, pasti sulit menemukan jawaban mengapa menyukai klub asal Turin tersebut. 

Bangkit dari calciopoli,  Juve berevolusi. Stadion megah dibangun dan gaya permainan mulai berubah. Fase Antonio Conter dan Massimiliano Allegri dilalui Juve dengan mulus. Di era Allegri, Gianluigi Buffon dan rekan-rekan sempat merasakan dua final Liga Champions. Namun, penampilan Allegri di Eropa, kerap dikritik. Fleksibilitas taktik yang diterapkan belum memuaskan para pengamat. 

Salah satunya Arrigo Saccho yang terus mengeluarkan komentar miring. Ketimbang Allegri, Sacchi lebih menyukai satu sosok bernama Maurizio Sarri. Ya seorang allenatore yang dinilai keluar dari gaya tradisional Italia. Sarri membuat Napoli bermain total football. Hingga pada musim panas 2019, Juve mengontrak pelatih tersebut. 

Hari demi hari berlalu, Sarri terlihat kesulitan menerapkan strateginya. Tak jarang, Juve masih memainkan taktik seperti beberapa tahun lalu. Pertanyaannya, apakah para penggawa si Nyonya Tua saat ini, tidak mampu beradaptasi dengan Sarrismo? Ataukah yang bersangkutan gagal mengolah ego pemain bintang? Sempat terlihat perubahan. 

Dalam Beberapa pertandingan, Juve bermain dengan pressing tinggi. Namun penguasaan bolanya sangat monoton. Ketika mendapat serangan balik, tim lawan mendapat ruang kosong tanpa ada gangguan dari garis terdepan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement