Ahad 09 Aug 2020 11:38 WIB

Jejak Islam di Manila

Inilah kisah jejak Islam di Manila pasca perang dunia II

Suasana Idul Fitri di Rizak Park Manila, Filipina
Foto: coconuts.co
Suasana Idul Fitri di Rizak Park Manila, Filipina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Muslim di Filipina, khususnya di Manila, sudah ada sejak masa sebelum Perang Dunia II. Sempat menghilang saat kolonisasi Spanyol, Muslim di Manila muncul kembali saat terjadi kolonisasi Amerika Serikat, khususnya wilayah Moro.

 

 

Pasca-Perang Dunia II, tepatnya awal 1950-an, juga menjadi momentum munculnya para pedagang Muslim di Manila seiring berkembangnya kota ini. Saat itu, terjadi pergerakan masyarakat desa ke kota untuk mengadu nasib. Di antara orang-orang yang merantau ke perkotaan itu ada lah para pedagang Muslim yang berasal dari Provinsi Lanao. Di Manila, sebagian besar dari mereka menetap di kawasan sekitar Pelabuhan Tondo.

Para pedagang Muslim ini hidup berdampingan secara damai dengan warga setempat yang menganut ajaran Kristiani. Mereka berdagang barang antik, mutiara, logam mulia, juga pakaian. Karena belum ada masjid, para pedagang Muslim merasa kurang betah untuk tinggal berlamalama di Manila. Karena itu, mereka biasanya tinggal di Manila selama beberapa waktu, lalu pulang kampung untuk menjenguk keluarganya.

 

Data statistik nasional 2001 disebutkan, 60 ribu kaum migran Muslim dari Mindanao tinggal di Manila. Di ibu kota Filipina ini, mereka membentuk komunitas yang tersebar di bebe rapa wilayah. Muslim yang berasal dari beragam etnik dengan bahasa yang berbeda-beda pula ini kemudian saling mengintegrasikan keanggotaan mereka dalam komunitas. Masjid menjadi simbol persatuan bagi komunitas ini. Masjid juga menjadi pusat kegiatan keislaman mereka.

 

Keberadaan masjid di Manila, seperti diterangkan dalam laman ryukoku.ac. id, berawal pada 1949 ketika Dewan Perwakilan Ombra Amilbangsa dan beberapa tokoh Muslim berinisiatif membentuk sebuah Asosiasi Muslim Filipina (Muslim Association of the Philippines). Ini merupakan organisasi untuk mempersatukan umat Islam di Filipina.

 

‘Prestasi’ awal organisasi ini adalah berdirinya Islamic Center di Distrik San Miguel, Manila. Resmi beroperasi pada 1964, Islamic Center ini dibangun melalui perjuangan panjang dan berliku. Mulai dari sulitnya mendapatkan lahan, pinjaman uang, sampai didera masalah bangkrutnya bank.

 

Berdirinya Pusat Islam di San Miguel ini menjadi pemacu dibangunnya beberapa masjid di Manila. Pada satu masa, yakni pengujung dekade 1980-an hingga pertengahan 1990-an, terjadi booming pembangunan masjid di Manila. Saat itu, seiring kian ber tambahnya jumlah Muslim di Manila akibat konflik berkepanjangan di Mindanao, masjid-masjid pun ber munculan. Geliat Islam di Filipina pada masa itu didorong pula oleh hadir nya para penggiat dakwah dari Pakistan yang tergabung dalam Jamaah Tabligh.

 

Menjamurnya masjid agaknya membuat gerah Pemerintah Filipina. Untuk mengerem laju pertumbuhan masjid, pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan tentang syarat pembangunan sebuah masjid. Di antara syarat itu adalah masjid harus memiliki jamaah yang secara rutin shalat berjamaah lima waktu minimal lima orang.

 

Syarat lainnya, jumlah jamaah saat shalat Jumat minimal 40 orang. Masjid ini pun harus terdaftar secara resmi, baik di pemerintahan lokal maupun pusat. Pada 2002, di Manila terdapat 32 masjid yang terdaftar sedangkan masjid yang tidak terdaftar lebih dari 80 buah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement