Sabtu 08 Aug 2020 13:02 WIB

Pembukaan Ulang Sekolah Dinilai Terlalu Berisiko

Anggota DPR menilai pemerintah memaksakan relaksasi pembukaan sekolah di zona kuning

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Esthi Maharani
Guru dan siswa melakukan simulasi kegiatan belajar tatap muka
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Guru dan siswa melakukan simulasi kegiatan belajar tatap muka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat Bramantyo Suwondo, berharap kebijakan pembukaan sekolah di zona kuning dipikirkan kembali karena berisiko menambah kasus penularan Covid-19.

"Keputusan ini sangat berisiko. Harusnya, pemerintah bekerja lebih cepat dan tepat agar jumlah zona hijau semakin banyak, bukannya justru memaksakan relaksasi pembukaan sekolah di zona kuning,” ungkap Bramantyo pada Sabtu (8/8).

Ia menilai pembukaan sekolah di zona kuning merupakan langkah yang tidak tepat di saat kasus Covid-19 masih meningkat dan belum memperlihatkan tanda pelandaian. Menurut dia, pemerintah seharusnya fokus dalam mengendalikan penyebaran Covid-19 terlebih dahulu, agar situasi aman dapat tercapai dan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka bisa kembali dilakukan.

Menurut data dari Satgas Penanganan Covid-19, proporsi anak Indonesia usia 6-18 tahun yang menderita Covid-19 sebanyak 6,8 persen, dengan tingkat kematian 1,1 persen. Secara global, baru-baru ini WHO mengumumkan proporsi orang berusia 15-24 yang menderita Covid-19 naik dari 4,5 persen pada Februari menjadi 15 persen pada Juli 2020.

Data IDAI bahkan mengatakan, ada 8000-an anak yang terkonfirmasi positif Covid-19, dengan mayoritas tertular dari orang dewasa di sekitarnya. Bramantyo mengungkapkan pengumuman revisi SKB 4 Menteri kemarin meninggalkan banyak kejanggalan dan pertanyaan.

“Contohnya, jarak tempuh dan transportasi siswa serta guru dari rumah ke sekolah tidak diatur. Apakah yang tinggal di zona merah atau oranye tetap boleh masuk ke sekolah di zona kuning? Apakah boleh naik kendaraan umum? Apakah akan dilaksanakan tes massal sebelum sekolah dibuka?" ujarnya.

Ia menyadari bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) hingga kini masih belum dilaksanakan secara optimal, banyak permasalahan yang muncul mulai dari beban tugas siswa hingga keterbatasan akses dan kemampuan finansial untuk mendukung PJJ.

Namun demikian, pembukaan sekolah kembali bukan solusi ideal saat ini dan tidak boleh diputuskan dengan buru-buru. “Jika permasalahan utamanya adalah PJJ, sebaiknya pemerintah mengalokasikan anggaran yang lebih untuk membantu PJJ," ujar dia.

Bramantyo mengingatkan, banyak dari anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sejumlah Rp 695,2 triliun itu yang belum terserap secara maksimal. Pemerintah bisa mengalokasikan sebagian anggaran tersebut untuk mendukung pendidikan di masa pandemi dan meningkatkan kualitas PJJ.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement