Jumat 07 Aug 2020 08:55 WIB

Promosi Produk Hutan ke Eropa Perlu Lebih Gencar

Devisa ekspor produk hutan Indonesia ke Eropa pada 2019 mencapai 1,1 miliar dolar AS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Promosi produk hutan ke kawasan Eropa terutama Belgia perlu lebih gencar untuk bisa meningkatkan penjualan. Namun, pemasaran era saat ini harus mengedepankan isu ekonomi hijau sebagai daya tarik utama produk di pasar Eropa.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang juga Ketua Forum  Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI), Indroyono Soesilo menyampaikan, devisa ekspor produk kehutanan Indonesia ke Eropa pada tahun 2019 mencapai 1,1 miliar dolar AS. Di mana, 106 juta dolar AS di antaranya diperoleh dari ekspor ke Belgia yang merupakan importir produk kehutanan Indonesia nomor empat di Eropa sesudah Inggris, Belanda dan Jerman. 

Baca Juga

"Akibat pandemi Covid 19, devisa ekspor kehutanan Indonesia ke Eropa periode Januari – Juli 2020 mencapai 588 juta dolar AS, turun 12 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2019, yang mencapai 672 juta dolar AS," kata Indroyono dalam keterangan resminya, Jumat (7/8).

Ia menambahkan beberapa upaya untuk meningkatkan ekspor produk kehutanan Indonesia ke Eropa, antara lain promosi dengan metoda digital, serta lebih memperkenalkan Sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)/FLEGT kepada konsumen Eropa.

"Pasal 13 dari Naskah Kerjasama Indonesia – Uni Eropa tentang SVLK/FLEGT yang ditandatangani pada tahun 2013 akan menjadi dasar Uni Eropa untuk mempromosikan SVLK/FLEGT kepada konsumen Eropa. Termasuk juga penetapan SVLK/FLEGT untuk  pengadaan barang dan jasa Pemerintah Negara-Negara Eropa.  Hal ini menjadi catatan KBRI Brussel untuk ditindak lanjuti," tambah Indroyono.

Sementara itu Alexander de Groot , perwakilan industri perkayuan Belgia, Fedustria, menyampaikan akibat pandemi Covid-19,  pola konsumen Eropa berubah dan menguntungkan produk kehutanan karena biaya konsumsi penduduk yang biasanya dipakai untuk berlibur di musim panas telah dialihkan untuk merenovasi rumah dan membeli perabot rumah tangga agar nyaman bekerja dari rumah. 

"Kebutuhan ini memerlukan produk kayu dan ini peluang bagi eksportir kayu dari Indonesia," ujar Alexander.

Wakil Ketua Umum Bidang Kajian Regulasi, Sertifikasi dan Advokasi Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Robert Wijaya menegaskan yang perlu didorong adalah peningkatan penggunakan internet untuk promosi dan pemasaran secara daring, peningkatan pameran serta pelatihan pembuatan desain produk yang lebih moden bagi industri hilir, terutama industri furniture, yang sebagian besar terdiri dari Usaha Kecil dan Menengah.

"Tawaran pihak Belgia terkait sarana pergudangan di Pelabuhan Antwerp untuk menampung produk produk industri kehutanan Indonesia, sebelum didistribusikan ke seluruh negara Eropa merupakan langkah inovatif yang harus segera diwujudkan," tambah Robert.

Dengan akan segera terbitnya Comperhensive Economic Partnership Agrement (CEPA) antara Indonesia dan Uni Eropa, maka diharapkan usaha bersama untuk meningkatkan produk ekspor industri kehutanan akan semakin meningkat.

Sementara itu, Kuasa Usaha KBRI Brussel, Sulaiman Syarif,  menyampaikan bahwa potensi ekspor produk kehutanan Indonesia ke Eropa dan Belgia masih sangat besar, tinggal perlu dicari dan dianalisis langkah langkah yang perlu diambil agar devisa dari ekspor produk kehutanan bisa semakin meningkat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement