Jumat 07 Aug 2020 06:17 WIB

Ekonom Prediksi Perekonomian akan Membaik di Kuartal Ketiga

Perekonomian menurun bukan berarti kehancuran atau kebangkrutan seperti Yunani.

Kesibukan petugas melayani penerima bantuan saat Penyaluran Batuan Sosial Tunai (BST), di Kantor Pos, Jalan PHH Mustofa, Kota Bandung, Rabu (5/8). BST dengan jumlah Rp 300.000 itu diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Foto: Edi Yusuf/Republika
Kesibukan petugas melayani penerima bantuan saat Penyaluran Batuan Sosial Tunai (BST), di Kantor Pos, Jalan PHH Mustofa, Kota Bandung, Rabu (5/8). BST dengan jumlah Rp 300.000 itu diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyerapan stimulus yang cepat menjadi kunci bagi Indonesia keluar dari kondisi ekonomi yang berat. Percepatan penyerapan stimulus ini sekaligus akan memicu pertumbuhan ekonomi.

Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Gigih Prihantono menilai, pertumbuhan ekonomi nasional yang minus 5,32 persen adalah hal yang wajar dan bukan sesuatu yang buruk. Menurutnya, hal ini sudah bisa diprediksi sebelumnya karena keadaan pandemi Covid-19 yang menyebabkan perekonomian menurun.

"Kalau kita bicara pertumbuhan ekonomi nasional minus 5,32 persen itu masih baik. Kenapa saya bilang baik karena nilai eksport Indonesia masih baik di angka 12,3 miliar dolar AS," kata Gigih dalam rilisnya, Kamis (6/8).

Gigih juga menjelaskan, meski pertumbuhan Indonesia minus, tapi tidak ada inflasi karena pemerintah langsung bergerak cepat memberikan berbagai bantuan sosial yang membuat daya beli masyarakat tetap terjaga. Gigih pun optimis di kuartal selanjutnya, pertumbuhan ekonomi akan tumbuh positif.

"Saya optimistis di kuartal berikutnya akan tumbuh positif sekitar 1-2 persen tapi hal itu tergantung dari pergerakan pemerintah dalam penyerapan stimulus ekonomi kepada pengusaha, terutama stimulus kepada pengusaha mikro (UMKM) yang akan menghidupkan perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan cepat dan tidak boleh dipersulit," ujar dia.

Senada dengan Gigih, pakar ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Syafrizal Helmy menilai ketepatan dan kecepatan bansos dan stimulus ekonomi menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional.

"Tapi yang jelas pemerintah tidak boleh berpikir ke sektor ekonominya saja tapi bagaimana bisa memproduksi vaksin agar masyarakat terbebas dari ancaman Covid-19," kata Syafrizal.

Dia juga menilai perekonomian nasional yang tumbuh minus di tengah pandemi bukan sesuatu yang buruk. Menurutnya, ada yang menjadi indikator bahwa perekonomian Indonesia masih dipercaya pasar.

"Kalau kita lihat IHSG saat ini masih stabil artinya pasar masih percaya kepada perekonomian kita dan mereka juga percaya akan bangkit ekonomi Indonesia secara keseluruhan," ujar dia.

Sementara itu, peneliti INDEF Berli Martawardaya juga menilai perekonomian yang menurun bukan berarti kehancuran atau kebangkrutan seperti yang terjadi di Yunani beberapa tahun lalu. Menurutnya, masyarakat tidak perlu panik dengan segala kemungkinan yang terjadi, termasuk resesi.

Berli pun optimistis perekonomian Indonesia bisa bangkit jika pemerintah melakukan langkah yang cepat dan tepat. "Yang perlu dilakukan saat ini adalah pemberian bantuan yang tepat sasaran. Kalau bisa tambah nominal bantuan untuk masyarakat agar daya beli terjaga," kata Berli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement