Kamis 06 Aug 2020 19:36 WIB

NU tak Kompak Putuskan Gabung atau Keluar dari POP

Pernyataan Yahya Cholil Staquf soal POP dinilai tak mewakili LP Ma'arif PBNU.

Katib Aam PBNU KH. Yahya Cholil Staquf.
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Katib Aam PBNU KH. Yahya Cholil Staquf.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Ronggo Astungkoro, Fauziah Mursid, Inas Widyanuratikah, Ali Mansur

Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud hari ini memasuki babak baru setelah Katib Aam Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menemui Mendikbud Nadiem Makariem. Seusai pertemuan, Gus Yahya menyatakan, pihaknya tetap mengikuti POP setelah menerima klarifikasi Nadiem.

Baca Juga

Gus Yahya mengatakan, pertemuannya dengan Mendikbud atas persetujuan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU. Pertemuan dua pihak itu mendiseminasikan hasil rapat PBNU pada Selasa (4/8), soal kelanjutan mengikuti POP. Dia mengatakan, keputusan PBNU itu menimbang dua hal klarifikasi dari Kemendikbud soal POP.

"Pertama, POP bukan program yang bersifat akar rumput tapi lebih bersifat laboratorial. Memang sudah ada klarifikasi dari Mendikbud sebelumnya bahwa dengan POP ini sebenarnya Kemendikbud hanya bermaksud membeli model inovasi dari berbagai pihak yang menawarkan gagasan," katanya.

Klarifikasi kedua, kata dia, pelaksanaan POP dimulai bulan Januari 2021 yang akan datang. Sehingga, ada waktu yang cukup untuk menuntaskan kendala pelaksanaan program sepanjang tahun.

"Kami mendukung upaya Mendikbud untuk mengambil langkah-langkah konkret sebagai jalan keluar dari kesulitan-kesulitan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan. Kami juga mendukung upaya-upaya pembaruan untuk memperbaiki kapasitas sistem pendidikan kita dalam menjawab tantangan masa depan. Tentu saja sambil tetap kritis terhadap kekurangan-kekurangan yang ada," katanya.

Menurut Gus Yahya, program POP mengukur kelayakan gagasan dan perencanaan eksekusi. Sehingga, pihak manapun dapat ikut tanpa harus bergantung pada ukuran organisasi atau keluasan konstituennya.

"Untuk menyentuh akar rumput, termasuk warga NU, Kemendikbud menyiapkan sejumlah program lain, misalnya program afirmasi," kata dia.

Pernyataan Gus Yahya itu kemudian segera direspons oleh Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU, KH Arifin Junaidi. Lewat keterangan resminya, Arifin menyatakan, pihaknya tidak tahu menahu akan hal itu dan memastikan pihaknya tetap pada sikap untuk tidak bergabung ke POP sampai ada revisi komperehensif atas konsep POP Kemendikbud.

"Sampai saat ini LP Ma'arif NU tetap pada pendiriannya untuk tidak gabung ke POP sampai ada revisi komperehensif atas konsep POP Kemendikbud," ungkap Arifin melalui pesan singkat kepada Republika.co.id, Kamis (6/8).

Menurut Arifin, pernyataan Yahya soal POP tidak mewakili LP Ma'arif NU. LP Ma'arif NU, tegasnya, tetap pada sikapnya seperti yang sudah dinyatakan dalam tiga poin beberapa waktu yang lalu.

"Secara struktural LP Ma'arif NU adalah lembaga di lingkungan NU yang berada di bawah koordinasi langsung Pengurus Tanfidziyah NU, karenanya LP Ma'arif NU akan ikuti dan patuhi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU," kata dia.

Sebelumnya, lewat keterangan tertulisnya, Selasa (4/8), LP Ma'arif NU meminta Kemendikbud untuk mematangkan konsep POP dan menunda pelaksanaannya tahun depan. Menurut dia, pihaknya mempertimbangkan untuk bergabung dalam POP tahun depan setelah mempelajari dan mencermati revisi konsep POP.

Apabila Kemendikbud memaksakan POP dilaksanakan tahun ini, maka LP Ma'arif NU menyatakan tidak bergabung dalan POP Kemendikbud. Arifin meminta kepada Kemendikbud untuk tidak mencantumkan LP Ma'arif NU ke dalam daftar penerima POP tahun ini.

photo
Ketua LP Maarif NU Pusat Arifin Junaidi memberikan keterangan kepada wartawan tentang Kejahatan pornografi pada anak usia dini, Jakarta, Kamis (23/3). - (Republika/ Yasin Habibi)

 

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim telah meminta maaf secara terbuka kepada Muhammadiyah, NU, dan PGRI soal kisruh POP. Ia berharap, ketiga organisasi besar tersebut bersedia memberikan bimbingan dalam melaksanakan programnya.

"Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala keprihatinan yang timbul dan berharap agar tokoh dan pimpinan NU, Muhammadiyah, dan PGRI bersedia untuk terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program yang kami sadari betul masih belum sempurna," kata Nadiem, dalam sebuah video resmi dari Kemendikbud, Selasa (28/7).

Sehari setelah permintaan maaf itu, Nadiem berkunjung ke Kantor PP Muhammadiyah pada Rabu (26/7). Namun, Muhammadiyah tetap berkeputusan untuk tidak berperan serta dalam POP.

"Muhammadiyah memutuskan untuk tetap tidak berperan serta dalam program POP," ujar Abdul Mu'ti melalui pesan singkatnya, Senin (3/8).

Kemendikbud, sebelumnya telah merilis daftar calon penerima bantuan POP. Daftar inilah kemudian yang memicu polemik lantaran ada beberapa lembaga CSR perusahaan multinasional yang dinilai tak pantas mendapatkan bantuan.

Program ini merupakan program peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan hibah dana dari pemerintah senilai total Rp 595 miliar. Sebanyak 183 peserta yang dinyatakan lolos dalam tahap evaluasi proposal.

photo
Program Organisasi Penggerak - (republika/kurnia fakhrini)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement