Kamis 06 Aug 2020 12:38 WIB

Kasus Fetish Jatik, Polisi Periksa Delapan Saksi

Polisi juga telah meminta keterangan tiga orang yang mengaku menjadi korban.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Polda Jawa Timur (Jatim) telah memeriksa tiga orang yang mengaku menjadi korban kasus dugaan pelecehan seksual fetish jarik berkedok riset yang dilakukan mantan mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) berinisial G. Selain meminta keterangan korban, polisi juga telah memeriksa delapan orang saksi dalam kasus tersebut.

"Berdasarkan laporan sudah ada tiga korban dan delapan saksi yang dimintai keterangan," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko di Surabaya, Kamis (6/8).

Baca Juga

Selain memeriksa korban dan saksi, Trunoyudo mengungkapkan, kepolisian juga telah melakukan penggeledahan kamar indekos milik terlapor. Penggeledahan untuk mencari barang bukti untuk pengembangan kasus tersebut. 

Namun, Trunoyudo belum mengungkapkan barang bukti apa saja yang diamankan dari sana. "Kita juga telah meminta pendapat dari ahli pidana Universitas Airlangga," ujar Trunoyudo.

Atas laporan yang diterima, yang bersangkutan terancam pasal berlapis. Yakni, Pasal 27 ayat (4) juncto Pasal 45 ayat (4) UU nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Kedua Pasal 29 juncto Pasal 45B UI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, dan ketiga pasal 335 KUHP.

Sebelumnya, Ketua Pusat Informasi dan Humas Universitas Airlangga (PIH Unair) Suko Widodo menyatakan, kampus telah memutuskan untuk mengeluarkan mahasiswanya berinisial G, yang menjadi terduga pelaku pelecehan seksual fetish jarik berkedok riset. Keputusan tersebut diambil agar proses hukum yang ditangani kepolisian bisa berjalan tanpa melibatkan pihak universitas.

"Pak Rektor (Unair) memutuskan yang bersangkutan dikeluarkan atau di drop out sejak hari ini. Keputusan itu berharap agar persoalan-persoalan hukum menyangkut yang bersangkutan diharapkan bisa diatasi oleh yang berwenang," ujar Suko.

Suko menegaskan, kampus telah melakukan pelacakan berdasarkan laporan-laporan yang dikumpulkan help center yang dibentuk Unair. Pihak kampus juga telah meminta keterangan dari keluarga yang bersangkutan melalui daring. Dimana pihak keluarga menyampaikan sepenuhnya kepada universitas terkait nasib G.

"Keluarga sudah menyatakan permintaan maaf pada hari Senin yang lalu dan menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada Universitas Airlangga," ujar Suko.

Suko menegaskan, yang bersangkutan melanggar kode etik. Dimana berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui prilaku yang bersangkutan tidak mencerminkan sikap mahasiswa Unair sebagaimana mestinya. "Maka Unair mengambil tindakan itu dan selanhutnya yang bersangkutan tidak punya sangkut paut dengan universitas," kata Suko.

Suko mendorong mahasiswa atau siapapun yang merasa menjadi korban, segara melaporkan ke kepolisian. Selanjutnya, Suko menyerahkan proses hukum terhadap kepolisian. 

Menurutnya kepolisian mempunyai cara dalam menggali informasi persoalan-persoalan tersebut. "Kalau kami di wilayah etik di dalam universitas. Kalau kasus hukumnya urusannya menjadi urusan pihak kepolisian," kata dia.

Kasus ini mencuat di media sosial Twitter, setelah akun @m_fikris menulis utas terkait dugaan pelecehan seksual fetish jarik berkedok riset oleh mahasiswa Unair berinisial G. Ia mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan pria bernama Gilang. Akun Twitter tersebut membagikan cerita tersebut karena tidak ingin ada korban lain. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement