Rabu 05 Aug 2020 03:30 WIB

Akankah Pergantian Musim Kurangi Persebaran Covid-19?

WHO ingatkan apapun musimnya risiko tertular Covid-19 selalu tinggi.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Indira Rezkisari
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. WHO pastikan penularan Covid-19 selalu ada apapun musim dan cuacanya.
Foto: EPA/CDC
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. WHO pastikan penularan Covid-19 selalu ada apapun musim dan cuacanya.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Suhu di sejumlah negara dengan empat musim meningkat ketika musim panas dimulai. Banyak orang yang kemudian bertanya-tanya apakah penyebaran virus corona akan semakin parah atau justru berkurang dengan perubahan musim ini.

Ada beberapa yang percaya bahwa suhu yang lebih hangat dapat mengurangi risiko penyebaran virus corona. Selain itu, beberapa laporan selama tahap awal pandemi mengatakan kasus lebih sedikit terjadi di lingkungan dengan iklim yang lebih hangat.

Baca Juga

Menjawab hal tersebut, laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencantumkan serangkaian mitos mengenai virus corona. Di antaranya adalah, mitos soal berjemur di bawah sinar matahari di atas suhu 25 derajat celcius bisa mencegah penyebaran Covid-19.

Mitos tersebut dengan tegas ditolak oleh WHO. Sebab, negara-negara dengan iklim lebih panas tetap mengalami peningkatan kasus setiap harinya. WHO juga memastikan bahwa berdasarkan bukti yang ada, virus corona dapat ditularkan di semua area, termasuk daerah dengan cuaca panas dan lembab.

"Anda dapat terkena Covid-19, tidak peduli seberapa cerah atau panas cuacanya," kata WHO, dilansir dari Independent, Selasa (8/4).

Terlepas dari iklim, WHO menyarankan masyarakat untuk melakukan langkah-langkah perlindungan jika bepergian ke daerah yang terdapat kasus Covid-19. WHO juga menambahkan, masyarakat harus sering mencuci tangan untuk melindungi diir dari virus.

Sementara itu, awal tahun ini para peneliti di University College London melakukan penelitian terhadap virus corona umum, menganalisis data historis. Para peneliti menemukan bahwa tingkat kasus tertinggi terjadi pada Februari, dengan lebih sedikit kasus selama musim panas.

"Namun, mengingat ini adalah virus baru, kami tidak tahu apakah pola musiman ini akan bertahan selama musim panas," kata penulis utama, Rob Aldridge.

Makalah lain dimuat dalam The Lancet oleh London School of Hygiene dan Tropical Medicine. Makalah itu menyatakan, sementara cuaca yang lebih hangat mungkin mengurangi sedikit transmisi virus corona. Namun, makalah ini juga menyebutkan informasi soal hubungan iklim dan penyebaran Covid-19 harus dilihat dengan hati-hati.

Makalah menyimpulkan, hal utama yang harus ditekankan saat ini adalah fokus pengurangan kontak fisik dalam masyarakat. "Saat ini para pembuat kebijakan harus fokus pada pengurangan kontak fisik, setiap risiko Covid-19 berdasarkan informasi iklim harus ditafsirkan dengan hati-hati," tulis makalah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement