Selasa 04 Aug 2020 18:41 WIB

Persamaan Lobi Yahudi dan Lobi China dalam Kancah Dunia

Lobi Yahudi dan China mempunyai persamaan dari aspek dampak dan bahayanya.

Lobi Yahudi dan China mempunyai persamaan dari aspek dampak dan bahayanya. Para penganut Yahudi di Tembok Ratapan (ilustrasi)
Foto: abc.net.au
Lobi Yahudi dan China mempunyai persamaan dari aspek dampak dan bahayanya. Para penganut Yahudi di Tembok Ratapan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Di dunia ini ada dua lobi internasional, yang sangat berbahaya. Pertama, lobi Yahudi atau kekuatan puak Yahudi. Dan, kedua, lobi China atau kekuatan puak China perantauan (haukiau). Kekuatan lobi ini dianggap berbahaya karena, mereka bukan saja sangat berpengaruh dalam bidang ekonomi, namun juga mempunyai pengaruh politik dan kebijakan pemerintah.

Dalam Bahaya Lobi China di Indonesia? (Awal Kebangkitan Pribumi, Termasuk Pribumi (China), karya Dana K Anwari SB dijelaskan, kedua lobi ini juga dianggap berbahaya karena mereka mempunyai inspirasi soal kebesaran masa lalu. Kaum Yahudi menganggap dirinya sebagai bangsa ''Terpilih'' yang telah melahirkan Nabi Ibrahim, Nabi Isa, dan Yaqub serta kebanggaan terhadap lahirnya tiga agama besar di Israel. Sedangkan puak China terinspirasi oleh mitologi kebesaran China masa lalu seperti ''Maharaja Kuning'' Huang Ti yang dimitoskan sebagai dinasti pertama China.

Baca Juga

 

Lobi Yahudi

Buku setebal 92 halaman ini, memang, untuk memberikan gambaran agar pembaca memahami soal lobi Yahudi dan China sehingga dapat diantisipasi. Karena itu, buku ini, oleh penulis di bagi menjadi 3 (tiga) bagian utama.

Pertama, mengulas secara mendalam soal lobi Yahudi di dunia khususnya di Amerika Serikat. Kedua, lobi puak China khususnya di Asia Tenggara. Dan, ketiga, berbagai komentar berkenaan dengan kerusuhan Mei dan soal peran dan kedudukan etnis China di Indonesia. 

Lobi Yahudi di Amerika Serikat digambarkan telah menguasai semua sendi kehidupan, yaitu dari pemerintah tingkat bawah hingga tingkat atas. Lobi Yahudi di Amerika Serikat dilakukan organisasi-organisasi yang didirikan.

Tercatat hampir 340 badan untuk proses lobi tersebut, dan setiap warga Yahudi diwajibkan menjadi anggotanya. Organisasi ''Seruan Yahudi Bersatu'' (didirikan tahun 1939) dan organisasi ''Anak-anak Perjanjian'' (1943) merupakan lobi Yahudi yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat.

Sementara itu, pada tingkat dunia dikenal dengan jaringan Zionis internasional. Mereka saling membantu dan menjaga hubungan satu dengan lainnya. Misalnya, organisasi ''Seruan Yahudi Bersatu'' mengirim bantuan senilai 828 juta duntuk membantu Israel dalam perang Arab. Cita-cita mereka adalah satu: mendirikan negara Israel Raya dengan cara menguasai media massa. 

Realisasinya, seperti tertuang dalam Rencana Kerja pemimpin Zionis, dalam Konferensi Zionis pertama di Swiss pada 1897 yang dipimpin  Theodore Herzl. Pertama, menguasai dunia pers dan mengendalikannya.

Kedua, tidak memberi kesempatan kepada media massa non-Yahudi yang memuat gagasan-gagasan anti-Yahudi. Ketiga, melakukan sensor ketat sebelum berita disiarkan.

Keempat, menerbitkan berbagai macam media massa untuk mendukung masyarakat aristokrat, republikan, revolusioner, hingga kelompok anarki. Kelima, mempengaruhi opini publik saat diperlukan sekaligus meredam gejolak yang timbul. Keenam, memberikan dorongan kepada orang-orang jenius untuk mengendalikan media massa yang beroplah besar. (h 26).

 

photo
Bendera China. - (Pixabay)

Lobi China

Lobi China tak kalah hebatnya. Lobi China ini dibangun melalui jaringan huakiau internasional. Konfusianisme menjadi tali pengikat para China perantauan. China perantauan, yang juga dijuluki oleh orang Eropa sebagai kaum Yahudi dari Timur, telah menguasai berbagai sektor vital perekonomian Asia Tenggara.

Bahkan, di Singapura sejak tahun 1990, telah dilancarkan kampanye bahasa Mandarin dengan slogan: ''Jika Anda China, nyatakan dengan bahasa Mandarin''. Menurut kampanye tersebut, orang China rantau bukan saja harus memiliki ketaatan kepada bahasa, tetapi juga pada budaya, nilai-nilai, dan aturan hak waris. (h 31).

Kini, puak China perantau hidup dalam kecukupan dan kemewahan. Keluarga puak China, Lee wee & Wee Cho Yaw (Singapura) misalnya, menguasai Overseas Chinese Banking yang ber-asset 44 miliar dolar Amerika Serikat pada 1995. Menurut Forbes, pada 1995 saja, kekayaan pribadi 368 huakiau mencapai angka di atas 100 juta dolar Amerika Serikat atau secara total mencapai angka 368 miliar dolar Amerika Serikat.

Secara keseluruhan, pada tahun 1993 saja, asset huakiau di seluruh dunia mencapai angka yang fantastis, yaitu sekitar 75 triliun dolar Amerika Serikat di mana sekitar 20,4 triliun dolar Amerika Serikat disetor ke RRC.

Tidak berlebihan, jika Tong Djoe, pengusaha keturunan China, percaya bahwa asset China dapat menutupi krisis ekonomi di Indonesia jika mereka ''dibaik-baikin'' dan tak perlu pinjam IMF. (h 35).

Paling tidak, dengan kekuatan modal dan uang, seperti dicetuskan dalam Konvensi pengusaha China perantauan 1991 di Singapura, bahwa China perantauan yang berjumlah 55 juta orang memang patut diperhitungkan dalam percaturan dagang internasional.

Mereka, tentu dengan kekuatan modal dan uang, tentu menginginkan wilayah lain seperti Lee Kuan Yew, yang berhasil menjadi puak China perantauan yang sukses dan menjadi panutan dalam memimpin Singapura. 

Di Indonesia sendiri, memang ada indikasi lobi China khususnya pada era Orde Baru (Orba), yang memberikan banyak fasilitas kepada segelintir konglomerat keturunan China yang ''nakal''.

Karena itu, untuk mengantisipasi lobi China yang digerakkan oleh segelintir etnis China tersebut, perlu digalakkan program asimilasi. Selain itu, perlu meningkatkan etos kerja dan pendidikan untuk mengantarkan pribumi sejajar dengan pribumi etnis China.

Sebagian besar etnis China adalah warga negara Indonesia yang mempunyai kedudukan dan peran yang sama. Seperti dikatakan Kwik Kian Gie, kerusuhan Mei 1998 harus dilihat secara objektif.

Pada dasarnya, kerusuhan Mei 1998 hanyalah rekayasa politik. Dan, krisis ekonomi di Indonesia sebenarnya merupakan akumulasi akibat balon (bubble) ekonomi yang dibangun dari KKN. Jika ada pengusaha etnis China yang kabur ke luar negeri, hanya segelintir orang yang takut penyidikan. (h 79).

Cristianto Wibisono juga menyarankan agar masalah etnis China yang ''nakal'' dilihat secara individu. Menurutnya, tak sedikit pribumi etnis China yang berhasil karena kegigihannya. Begitu juga, banyak orang-orang keturunan Thionghoa yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Kerusuhan Mei itu sendiri, katanya, merupakan politik Machiavelis Rezim Soeharto yang intrik dan adu domba untuk menyingkirkan pesaing yang potensial. (h 85-86). 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement