Rabu 05 Aug 2020 00:35 WIB

Covid-19 Pengaruhi Jantung Dokter di Sydney Secara Permanen

Seorang dokter di Sydney tertular Covid-19 dari pasiennya pada April 2020.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Covid-19 (ilustrasi). Seorang dokter berusia 50 tahun di Sydney, Australia terpantau mengalami gangguan jantung setelah dinyatakan pulih dari Covid-19.
Foto: www.freepik.com
Covid-19 (ilustrasi). Seorang dokter berusia 50 tahun di Sydney, Australia terpantau mengalami gangguan jantung setelah dinyatakan pulih dari Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Seorang dokter di Sydney, Australia, Warren Lee, dinyatakan positif Covid-19 pada April 2020. Saat ini, dia telah sembuh dari penyakit akibat infeksi virus corona tipe baru tersebut, namun jantungnya terimbas efek jangka panjang.

Pria 50 tahun itu adalah dokter termuda di tempat praktiknya di Mosman. Pada 1 April 2020, Lee menangani pasien dengan gejala flu di klinik. Setelah pemeriksaan tersebut, Lee menyadari dia mengalami sakit tenggorokan ringan.

Baca Juga

Pada unggahannya di Facebook, Lee bercerita bahwa rasanya hanya seperti tenggorokan yang gatal. Akan tetapi, dia tidak mau mengambil risiko. Sang dokter segera meninggalkan ruang praktik dan menjalani tes swab.

"Saya pulang ke rumah, menutup pintu, dan tinggal di kamar selama 29 hari tanpa pernah beranjak. Saya ingat seprai yang basah oleh keringat. Setiap dua sampai tiga jam harus diganti," ujarnya, dikutip dari laman Times Now News.

 

Setelah mengetahui hasil tesnya positif, Lee semakin berhati-hati dan menjaga interaksi. Terlebih, gejalanya semakin memburuk. Demamnya hanya 37,5 derajat, ditambah batuk ringan, sakit punggung, sakit leher, dan mual.

Pekan pertama yang penuh ketidaknyamanan itu berlanjut dengan pekan kedua. Lee mengalami sesak napas dan tidak bisa berbicara tanpa terbatuk-batuk. Dengan seluruh penanganan dan perawatan mandiri, Lee akhirnya sembuh.

Akan tetapi, masalah tidak berhenti setelah Lee menjadi penyintas Covid-19. Dia menyadari perbedaan pada tubuhnya ketika beraktivitas sehari-hari. Berjalan satu kilometer di jalan datar saja membuatnya kelelahan seperti maraton.

Pemeriksaan ke ahli jantung dan uji stres menunjukkan bahwa Lee kini mengidap penyakit irama jantung abnormal. Tidak hanya itu, hampir satu setengah bulan di masa pemulihan, Lee menderita kejang epilepsi saat berada di tempat kerja.

Akibat kejadian tersebut, dia harus dirawat di rumah sakit selama empat hari. Tes monitor aktivitas listrik di otak (electroencephalogram) menemukan bahwa Lee mengidap epilepsi yang baru terdeteksi.

Sang dokter yang dulu bugar dan selalu menjaga kesehatannya dengan berolahraga dan bersepeda kini punya banyak pantangan aktivitas. Dia dilarang bersepeda, mengemudikan mobil, dan latihan fisik, sebab berisiko apabila kejangnya kambuh.

Itu semua ditetapkan setelah pemindaian medis menemukan ada bekas luka tepat di tengah-tengah jantungnya. Kondisi yang dikenal dengan sebutan miokarditis itu juga baru muncul setelah Lee sembuh dari Covid-19.

Masih banyak penelitian yang harus dilakukan mengenai efek virus pada tubuh. Akan tetapi, dunia medis semakin banyak menemukan situasi di mana virus menyerang banyak organ, termasuk paru, jantung, otak, otot, dan sistem pencernaan.

Para ilmuwan terus berusaha mencari tahu mengapa dan bagaimana Covid-19 mendekatkan pasien ke ambang kematian, namun hanya berdampak ringan pada yang lain. Sebagai penyintas, Lee tetap mendesak semua orang untuk membantu mencegah penyebarannya.

Dia kerap mengatakan bahwa terserang Covid-19 bisa memiliki dua kemungkinan. Seseorang mungkin akan baik-baik saja atau sebaliknya. Selain itu, ada pula kemungkinan seperti dirinya, yang terimbas secara jangka panjang.

"Tingkat kematian hanya satu persen. Tidak bisa memilih siapa yang satu persen itu. Bisa jadi ibu Anda, ayah Anda, atau Anda. Ini tentu membuat saya terpukul, mengapa saya yang terpengaruh? Jawabannya adalah tidak ada yang tahu," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement