Selasa 04 Aug 2020 17:36 WIB

Sulteng Jadi Jalur Transit Perdagangan Orang

Jalur transit perdagangan orang itu, baik melalui pelabuhan maupun bandar udara.

Sejumlah korban dihadirkan saat ungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) -ilustrasi
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Sejumlah korban dihadirkan saat ungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) -ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulawesi Tengah menyatakan wilayah provinsi itu menjadi jalur transit tindak pidana perdagangan orang. "Sulawesi Tengah merupakan jalur transit TPPO, baik melalui pelabuhan maupun bandar udara," ucap Kepala DP3A Sulteng, Ihsan Basir di Palu, Selasa (4/8). 

Berdasarkan catatan sub gugus tugas TPPO Sulteng tahun 2019 bahwa berbagai lapisan masyarakat pada umumnya belum memahami

Baca Juga

apa itu tindak pidana perdagangan orang. Bahkan sebagian besar cenderung menganggap bahwa TPPO jarang dijumpai dan keberadaannya tidak diketahui. Sehingga menganggap TPPO bukanlah sesuatu yang bisa menjadi ancaman terhadap pemenuhan hak asasi manusia berbasis gender. 

Berdasarkan data dari Solidaritas Perempuan (SP) Palu, terdapat 27 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang ditangani sejak Tahun 2015 sampai dengan 2018. Dari data tersebut, jenis kasus yang dialami oleh tenaga kerja Indonesia di luar negeri/negara tujuan beragam. Di antaranya pemerasan oleh calo, gaji tidak dibayarkan, pemalsuan dokumen, perjanjian kerja tidak sesuai, mengalami kekerasan, dan penahanan dokumen.

"Sementara penanganan yang dilakukan terhadap korban antara lain korban indikasi trafficking 2015, ada yang dilakukan pendampingan litigasi sampai tahap persidangan dan dan pelaku atau calo mendapatkan hukuman penjara tiga tahun empat bulan," kata dia.

Selain data tersebut di atas, ada pula data kasus TPPO yang dilaporkan ke P2TP2A Provinsi Sulawesi Tengah, pada Tahun 2015 dan Tahun 2016 masing-masing korbannya satu orang, yang penanganannya berupa pemulangan ke daerah asalnya.

Selanjutnya, pada tahun 2017 ada kasus TPPO dimana korbannya ada dua orang, dijemput di Ambon dan dipulangkan, dan pada 2018 (pascabencana) terdapat kasus indikasi trafficking terhadap enam orang anak laki-laki pelajar SD dan SMP, yang dilaporkan oleh pengelola pos/tenda ramah perempuan di Lokasi pengungsian halaman Masjid Agung. "Semuanya berhasil kembali ke orang tua masing-masing, dan tetap dilakukan pemantauan," sebutnya.

Karena itu, sebagai langkah strategis pencegahan, sebut Ihsan Basir, maka perlu adanya dukungan dan fasilitasi penguatan norma di masyarakat agar terjadi perubahan sikap, dari yang menganggap TPPO merupakan hal yang biasa, menuju terbentuknya sikap dan perilaku masyarakat yang paham, dan peduli terhadap akibat dan dampak yang ditimbulkan, untuk turut berpartisipasi pencegahannya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement