Selasa 04 Aug 2020 16:01 WIB

BKPM Sebut Tiga Kendala Investasi di Indonesia

Indonesia terkendala harga tanah, birokrasi dan upah pekerja.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi Investasi. Indonesia tengah bersaing dengan berbagai negara memperebutkan investasi asing. Terutama investasi dari perusahaan yang melakukan relokasi dari China.
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Investasi. Indonesia tengah bersaing dengan berbagai negara memperebutkan investasi asing. Terutama investasi dari perusahaan yang melakukan relokasi dari China.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia tengah bersaing dengan berbagai negara memperebutkan investasi asing, terutama investasi dari perusahaan yang melakukan relokasi dari China. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, dalam berbagai hal, kebijakan Indonesia kalah dengan kebijakan di beberapa negara Asia Tenggara, seperti Vietnam. Hal itu dinilai menghambat investor asing masuk ke Tanah Air.

"Persoalan kita hanya tiga saja, birokrasi, tanah, dan upah. Soal tanah saya mau jujur mengatakan, kita mahal Rp 3 juta sampai Rp 4 juta per meter, di beberapa negara lain kecil sekali (harga tanahnya)," ujar Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam Webinar Internasional, Selasa (4/8).

Baca Juga

Atas dasar itu, ia melanjutkan, pemerintah membangun Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang di Jawa Tengah. "Di sana kami buat konsep baru dengan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), jadi seluruh perizinannya semua BKPM yang urus. Mau izin kabupaten, provinsi, dan pusat semua BKPM yang urus, lokasinya di Batang," jelas dia.

Ia menjamin, harga tanah atau lahan di sana lebih murah dibandingkan Vietnam. "Judulnya di sana adalah, silakan datang yang penting serius, harga tanahnya terjangkau, kalau katakanlah gratis 5 tahun dulu, monggo, selebihnya kita kasih sewa atau bagaimana, jadi ini lebih fleksibel, nggak ada masalah," tutur dia. 

 

Ke depannya, sambung Bahlil, Undang-Undang (UU) Omnibus Law terkait Cipta Lapangan Kerja harus diselesaikan. Dengan begitu iklim investasi di Indonesia bisa semakin baik.

"Kita tahu semua, birokrasi antara kabupatan atu kota, provinsi itu. Kita ini mau izin lokasinya saja di Pemda bisa sampai 3 tahun, itu pun belum tentu keluar. Kementerian atau lembaga (K/L) juga termasuk arogansi. Maka sudah betul menurut saya dalam UU Omnibus Law, izin ini semua ditarik dulu ke presiden, kemudian presiden mengembalikan lagi izin kepada wali kota, bupati, gubernur, menteri, dan kepala badan, disertai aturan main. Selama ini nggak ada aturan mainnya," jelasnya.

Ia melanjutkan, UU Omnibus Law juga memberikan cukup peluang bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Menurutnya, UU tersebut dapat mempercepat UMKM naik kelas.

"Hari ini kita bicara UMKM harus kita naikkan, karena dia berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap ekonomi kita. Namun negara belum hadir secara maksimal lewat regulasi untuk mendesain mereka agar bisa naik kelas, atau izin-izinnya tidak dipersulit. Sekarang kita ingin di UU Omnibus Law, sudah ada izin UMKM itu satu lembar saja, selesai," kata Bahlil.

Melalui UU Omnibus Law pula, lanjutnya, para pengusaha dapat dipaksa agar bergandengan dengan UMKM. "Ini baru bisa kita membangun demokrasi ekonomi, karena tidak akan mungkin demokrasi ekonomi dapat diwujudkan dengab baik kalau regulasinya belum ada," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement