Senin 03 Aug 2020 21:04 WIB

Ancaman Kebebasan Pers Hantui Sebagian Jurnalis Turki

Sebagian jurnalis TV menilai kebebasan pers di Turki terancam.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Sebagian jurnalis TV menilai kebebasan pers di Turki terancam. Bendera Turki di jembatan Martir, Turki
Foto: AP
Sebagian jurnalis TV menilai kebebasan pers di Turki terancam. Bendera Turki di jembatan Martir, Turki

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Sebagian jurnalis merasa terancam akan kebebasan pers di Turki. Sebaliknya, presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan merasa media oposisi tidak menyampaikan fakta-fakta yang sebenarnya ada di lapangan.

Seorang jurnalis, Baris Yarkadas, dan juga mantan anggota parlemen dari Republican People's Party (CHP), partai oposisi terbesar di Turki mengatakan, bahwa presiden terganggu oleh wartawan independen terkait pemberitaan pandemi Covid-19 .  

Baca Juga

"Dia melihat wartawan yang memberikan fakta kepada publik sebagai virus yang harus dimusnahkan," kata Yardakas, dilansir dari laman Qantara, Senin (3/8).

Bagi sebagian orang, iklim saat ini mengingatkan pada hasil percobaan kudeta pada Juli 2016. Saat itu Erdogan menindak para kritikus, dan tokoh oposisi dalam gelombang penangkapan yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Sepekan lalu, laporan media Turki mengutip presiden mengatakan, setelah pertemuan kabinet bahwa negara harus diselamatkan tidak hanya dari virus corona. Akan tetapi juga dari semua virus media dan politik, hal ini merujuk pada wartawan dan kritik dari partai-partai oposisi. 

Erdogan mengatakan, alih-alih berkontribusi pada perang melawan pandemi, jurnalis membangun informasi palsu, dan ketidakbenaran, untuk itu dianggap lebih berbahaya daripada virus itu sendiri. 

Dia menuduh media oposisi mengobarkan perang terhadap negara mereka sendiri, dan bekerja siang dan malam untuk menghancurkan moral bangsa. Kemudian dia memperingatkan, bahwa mereka akan tenggelam dalam kumpulan kebencian dan intrik mereka sendiri bersama dengan organisasi teroris. 

Presiden telah berulang kali dikritik perihal kebebasan pers. Sementara Turki, naik tiga tempat ke 154 pada peringkat kebebasan pers Reporter Without Borders (RSF). 

Seorang perwakilan untuk Reporters Without Borders, Erol Onderoglu mengatakan, meskipun ada sedikit stasiun televisi independen dan surat kabar yang tersisa di Turki, mereka merupakan duri di pihak pemerintah. Kemudian akan dilanjutkan penganiayaan terhadap mereka, sampai tidak ada suara kritis yang tersisa  sama sekali. 

Menurut Kementerian Kesehatan Turki, saat ini ada 86 ribu kasus virus corona di negara itu. Selama beberapa pekan, telah terjadi debat nasional tentang kecukupan pembatasan yang telah diberlakukan untuk memerangi penyebaran virus. 

Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, yang berasal dari oposisi politik berpendapat, bahwa 'lockdown' selama 48 jam seperti akhir pekan lalu tidak efektif.

Semenjak awal krisis, pemerintah dianggap telah bereaksi begitu sensitif terhadap semua kritik. Awal bulan ini, Erdogan mengajukan pengaduan pidana terhadap Fatih Portakal, pembawa acara populer di stasiun TV FOX, yang telah memposting tweet ironis mengkritik kampanye pemerintah untuk mengumpulkan dana guna memerangi krisis virus corona. Media yang dikelola pemerintah menuduh jurnalis itu menyebarkan kebohongan dan memanipulasi publik di media sosial. 

Pada Maret, jurnalis Idris Ozyol dan Ebru Kucukaydin ditahan dan dituduh menyebabkan kepanikan di Antalya. Dan perintah pengadilan diajukan terhadap Mustafa Ozdemir, pemimpin redaksi surat kabar lokal Halkin Sesi, setelah dituduh bahwa dia juga telah sengaja menyebabkan kepanikan, kali ini di Kota Zonguldak, dan membahayakan nyawa orang. Pemimpin redaksi surat kabar lokal lainnya, Ismet Cigit di provinsi Kocaeli ditangkap pada tengah malam setelah ia menerbitkan laporan yang kritis terhadap pemerintah.  

Pihak berwenang juga meluncurkan penyelidikan terhadap jurnalis, Nurcan Baysal setelah dia mengkritik kekurangan masker pelindung di Twitter. Dia menjelaskan, bahwa masalahnya sekarang wartawan akan menyensor diri mereka sendiri dalam iklim ini untuk menghindari hukuman penjara. "Negara sudah menyulut ketakutan mereka dengan sangat sukses," kata dia.

Sebelumnya terjadi pembebasan awal baru-baru ini dari sekitar 90 ribu tahanan, hampir sepertiga dari populasi penjara negara itu. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona, yang juga telah menyoroti 'toxic relationship' antara pers Turki dan pemerintah, wartawan dan tahanan politik dikeluarkan dari amnesti. 

"Untuk Erdogan, media oposisi bahkan lebih buruk daripada virus. Reformasi menunjukkan bahwa pemerintah melihat media lebih seperti wabah," ucap Erol Onderoglu.

 

Sumber:https://en.qantara.de/content/coronavirus-and-press-freedom-in-turkey-erdogans-crusade-against-all-media-and-political 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement