Senin 03 Aug 2020 17:40 WIB

Pemkot Surabaya Segera Gelar Sekolah Tatap Muka

21 SMP menjadi pilot project sekolah tatap muka Surabaya.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Indira Rezkisari
Siswa SMP. Pemkot Surabaya berencana menggelar sekolah tatap muka bagi siswa SMP.
Foto: ANTARA /Gusti Tanati
Siswa SMP. Pemkot Surabaya berencana menggelar sekolah tatap muka bagi siswa SMP.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) berencana memulai Proses Belajar Mengajar (PBM) di sekolah bagi siswa jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada tahap awal, akan dimulai di 21 SMP, baik itu swasta maupun negeri yang mewakili 5 wilayah sekolah di Surabaya, sebagai pilot project.

Sebelum PBM di sekolah tersebut dimulai, terlebih dahulu masing-masing sekolah itu melaksanakan simulasi proses belajar mengajar tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan. Simulasi digelar di dua sekolah negeri di Kota Pahlawan, yakni SMPN 15 dan SMPN 3 Surabaya. Simulasi yang berlangsung di kedua sekolah tersebut, diperankan oleh karyawan serta para guru.

Baca Juga

Kepala Bidang Sekolah Menengah Dispendik Kota Surabaya, Sudarminto mengatakan, sebelum PBM di sekolah diputuskan, masing-masing sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project itu menyerahkan SOP (Standar Operasional Prosedur) protokol kesehatan. Selanjutnya, tim dari  Dispendik melakukan monitoring kesiapan di lapangan dan dilanjutkan dengan simulasi protokol kesehatan.

“Simulasi itu memberikan gambaran ketika anak (peserta didik) mulai masuk ke sekolah, proses pembelajaran di sekolah, hingga pulang ke rumah,” kata Sudarminto di sela simulasi PBM di SMPN 15 Surabaya, Senin (3/8).

Sudarminto menjelaskan gambaran proses belajar mengajar dengan menerapkan protokol kesehatan. Pertama, sebelum masuk gerbang sekolah peserta didik wajib dicek suhu tubuhnya menggunakan thermo gun. Kemudian, mereka diarahkan petugas untuk cuci tangan dengan sabun dan masuk antrean ke bilik disinfektan.

“Sebelum anak-anak mengikuti action materi pelajaran itu sendiri, maka yang dilakukan guru adalah mengingatkan protokol kesehatan terlebih dahulu baru dilakukan pembelajaran,” ujarnya.

Menurutnya, SOP protokol kesehatan tak hanya diterapkan saat peserta didik mengikuti PBM di kelas. SOP juga telah dirancang ketika peserta didik ingin ke toilet atau melakukan aktivitas lain. “Bahkan ketika mereka peserta didik pulang sekolah juga di-SOP-kan,” kata dia.

Sudarminto menyebut, ketika PBM di sekolah itu berjalan, kapasitas jumlah peserta didik setiap kelas beserta jam pelajaran juga dikurangi. Terlebih lagi, pihaknya juga mengimbau pihak sekolah agar mengutamakan mata pelajaran yang dinilai esensial.

“Tidak harus seluruh mata pelajaran, dan jam pelajaran tidak harus 45 menit, bisa 25 menit. Kemudian yang masuk (peserta didik) tidak perlu 100 persen, mungkin bisa 25 persen atau 50 persen tergantung kesiapan sarana prasarana sekolah,” kata dia.

Selain itu, pihak sekolah juga wajib memberlakukan protokol ketat bagi warga yang masuk ke lingkungan sekolah. Tak hanya bagi peserta didik, guru maupun karyawan yang memiliki penyakit penyerta dilarang masuk ke sekolah. Hal ini semata-mata untuk mengantisipasi terjadinya kasus Covid-19 di lingkungan sekolah.

“Jadi anak nanti yang punya penyakit bawaan ya tidak perlu masuk, termasuk orang tuanya tidak mengizinkan tidak perlu masuk. Faktornya banyak, jadi gurunya harus sehat, sekolahnya harus komplit protokolnya, anaknya juga harus sehat,” ujarnya.

Sudarminto menyatakan, simulasi yang berlangsung selanjutnya dilakukan evaluasi dengan tim ahli beserta tim gugus tugas. Hasil simulasi tersebut akan dibahas bersama sebelum sekolah itu diputuskan boleh melaksanakan proses belajar mengajar dengan metode tatap muka.

“Menunggu hasil rapat evaluasi bersama tim ahli, komite sekolah, Dinas Pendidikan, serta Gugus Tugas,” kata dia.

Kepala SMPN 15 Surabaya, Shahibur Rachman menyampaikan, pihaknya bersama 20 sekolah lain ditunjuk sebagai pilot project terkait kesiapan PBM di sekolah. Termasuk kesiapan sarana prasarana, SOP protokol kesehatan, hingga Sumber Daya Manusia (SDM).

“Jadi itu kita sudah siapkan lebih awal. Hari ini simulasi, jadi itu gambarannya secara umum,” kata Rachman.

Rachman menyatakan, jika nantinya SMPN 15 Surabaya diputuskan boleh melaksanakan PBM di sekolah, pihaknya akan menerapkan mekanisme kuota peserta didik 25 persen. Artinya, peserta didik kelas 7, 8 dan 9 masuk, tetapi jumlah kuotanya masing-masing 25 persen. “Itu yang nanti kita tata sesuai dengan kapasitas yang ada di kelas,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement