Senin 03 Aug 2020 12:23 WIB

Bawang Merah Hingga Tiket Pesawat Picu Deflasi Juli 2020

Kelompok bahan makanan menyumbang deflasi pada Juli 2020 sebesar 0,73 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Deflasi (ilustrasi)
Deflasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi deflasi sebesar 0,10 persen sepanjang Juli 2020. Harga bahan pangan pokok hingga transportasi udara menyebab pemicu utama deflasi kali ini.

Kepala BPS, Suhariyanto, memaparkan, kelompok bahan makanan, minuman, dan tembakau mengalami deflasi hingga 0,19 persen. Adapun kelompok ini menyumbang deflasi pada Juli 2020 sebesar 0,73 persen.

Baca Juga

Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi yaitu bawang merah sebesar 0,11 persen, daging ayam ras 0,04 persen, bawang putih 0,3 persen serta cabai rawit, kelapa, dan gula pasir masing-masing 0,01 persen.

"Banyak sekali komoditas pangan yang mengalami penurunan harga tajam sehingga kelompok ini memberikan andil deflasi," kata Suhariyanto dalam konferensi pers, Senin (3/8).

Lebih lanjut, kelompok yang juga memicu terjadinya deflasi yakni biaya transportasi. Khusunya harga tiket pesawat yang deflasi sebesar 0,05 persen. Adapun untuk moda transportasi angkutan antar kota dan kendaraan roda empat online masih menyumbang inflasi 0,01 persen.

"Penurunan tarif angkutan udara cukup dalam dan tidak bisa terkompensasi dengan kenaikan tarif angkutan antar kota dan roda empat online," kata dia.

Adapun berdasarkan komponen, inflasi inti yang juga mencerminkan situais daya beli masyarakat pada Juli 2020 hanya 0,11 persen. Selanjutnya inflasi volatile foods atau harga-harga yang bergejolak justru tercatat deflasi 0,20 persen dan inflasi administered prices atau harga yang diatur pemerintah ikut deflasi sebesar 0,1 persen.

Terlepas dari rendahnya harga-harga pangan dan transportasi udara tersebut, Suhariyanto mengatakan, secara global perekonomian dunia masih dipenuhi ketidakpastian. Setiap negara masih mengutamakan kesehatan namun tetap berupaya agar denyut ekonomi bisa bergerak.

Pertumbuhan ekononomi di sejumlah negara juga sudah mengalami kontraksi atau perlambatan. Harga-harga komoditas dunia cenderung fluktuatif mengarah ke penurunan harga, kecuali emas yang belakangan terus meningkat.

Dari situasi tersebut, kata Suhariyanto, pergerakan inflasi di berbagai negara mengalami perlambatan bahkan mengarah kepada deflasi. "Ini menunjukkan kita harus terus berupaya meningkatkan daya beli masyarakat," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement