Senin 03 Aug 2020 09:52 WIB

IHSG Melemah Terimbas Sentimen Penurunan Ekonomi Dunia

Pertumbuhan ekonomi AS dan Eropa turun.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Karyawan mengamati layar pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, ilustrasi.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Karyawan mengamati layar pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan awal pekan ini dengan bergerak di zona negatif. IHSG dibuka melemah hingga lebih dari satu persen ke level 5.076,95 atau berkurang sebanyak 72 poin dibandingkan penutupan sebelumnya.

Direktur riset Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan pergerakan pasar saham dipengaruhi oleh sentimen penurunan pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara sebagai dampak dari penurunan aktivitas ekonomi.

Baca Juga

"Penurunan aktivitas perekonomian di Amerika Serikat (AS) mendapat perhatian dari pelaku pasae dan investor," kata Nico, Senin (3/8).

Pertumbuhan perekonomian AS mengalami penurunan yang paling dalam sejak 1947. Pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi AS turun 9,5 persen dibandingkan kuartal sebelumnya, dan turun sebesar 32,9 persen secara tahunan.

Personal spending yang memiliki porsi 2/3 dari GDP juga merosot hingga 34,6 persen secara tahunan. Menurut Nico, beberapa data perekonomian yang muncul kemarin memberikan indikasi bahwa perekonomian AS masih dalam tekanan.

Melihat data ekonomi AS, Nico menyakini bahwa kurva pemulihan yang diperkirakan akan berbentuk V mungkin tidak akan terjadi. Investasi perumahan mengalami penurunan hingga 38,7 persen dan merupakan yang terdalam sejak 1980.

Selain AS, pertumbuhan ekonomi Eropa pun mengalami hal yang sama. Tingkat pertumbuhan ekonomi Eropa mengalami penurunan tajam dan membawanya menuju resesi pada kuartal kedua. Penurunan sebesar 12,1 persen menunjukkan Covid-19 berdampak cukup berat bagi perekonomian Eropa.

Secara keseluruhan, Nico melihat, potensi ekonomi mengalami tekanan masih terbuka cukup besar. "Apalagi masih adanya potensi gelombang kedua dari wabah virus corona," tutur Nico.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement