Sabtu 01 Aug 2020 19:53 WIB

Seharusnya Saya Mendikbud (Bagian2)

Motivasi guru mengajar pun harus diubah, yang awalnya mencari nafkah menjadi sedekah

Pendiri Klinik Pendidikan MIPA Ridwan Hasan Saputra.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pendiri Klinik Pendidikan MIPA Ridwan Hasan Saputra.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Hasan Saputra, Pendiri Klinik Pendidikan MIPA

JAKARTA -- Sekolah swasta saat ini sangat terpukul dengan adanya Covid-19, karena banyak orang tua yang tidak sanggup lagi membayar bayaran sekolah sehingga akhirnya banyak menunggak. Sementara gaji guru dan mungkin cicilan ke bank untuk membayar pinjaman pembangunan sekolah harus tetap lakukan. Maka yang dilakukan adalah:

Baca Juga

1. Sebenarnya jika konsep saya pada tulisan “Seandainya Saya Mendikbud” dilaksanakan, maka masalah di sekolah swasta dalam hal pembelajaran di era Covid-19 jauh lebih ringan terutama dengan adanya Kurikulum Darurat Nasional (KDN). Karena belum dilaksanakan, maka lebih baik sekolah swasta menerapkan sistem bayaran seikhlasnya tetapi sebelumnya orang tua dan guru harus diberikan pencerahan terlebih dahulu. Sehingga orang tua yang kaya termotivasi membayar besar agar bertambah pahala. 

Motivasi guru mengajar pun harus diubah, yang awalnya mencari nafkah sekarang menjadi sedekah dan berharap rezeki dari Allah. Pihak sekolah bisa melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan berkualitas yang mengadakan pendidikan online dengan biaya murah bahkan gratis. Para siswa di sekolah swasta  tersebut bisa mengikuti pembelajaran online secara gratis karena sudah bekerja sama dengan pihak sekolah. Hal ini akan mengurangi biaya operasional sekolah. Contoh lembaga tersebut ada di Bogor.

2. Sekolah harus memperbanyak aktivitas ibadah yang dilakukan oleh guru dan siswa, hal ini untuk meningkatkan karakter suprarasional pada diri guru dan siswa (istilah karakter suprarasional ada pada tulisan pertama). Pihak sekolah melakukan efisiensi dengan tidak mewajibkan guru harus hadir tiap hari ke sekolah guna mengurangi biaya operasional, tetapi pihak sekolah menugaskan guru-guru berkunjung ke rumah-rumah siswa untuk membantu siswa belajar kelompok di rumah dan memberikan materi adab dan akhlak atau pendidikan karakter, tujuannya adalah mendapat pahala. 

Pihak sekolah memasang WIFI agar guru-guru bisa mengajar online di sekolah tanpa menghabiskan kuota atau paket data pribadinya. Pihak sekolah tidak perlu banyak memberikan PR banyak, tetapi  fokuslah pada pendidikan karakter. Semoga dengan metode ini orang tua siswa puas dan bahagia, sehingga uang seikhlasnya yang diperoleh cukup untuk menutupi gaji guru dan operasional sekolah selama Covid-19.

3. Bagi guru-guru yang potensial bisa diarahkan untuk berkolaborasi untuk membuat produk yang bermanfaat, yang bisa dijual untuk menambah pendapatan bagi sekolah dalam menghadapi krisis. Seperti membuat buku, alat peraga atau menjadi youtuber.

4. Karena pendidikan juga jauh lebih penting dengan kredit kendaraan maka saya akan meminta Presiden Jokowi agar bank-bank menunda tagihan kepada sekolah-sekolah yang terlibat hutang karena pembangunan gedung sekolah dan meminta kepada bank-bank untuk menunda tagihan bagi guru-guru swasta yang mempunyai hutang ke bank.

5. Selanjutnya karena menyelemat pendidikan tidak kalah penting dengan menyelamatkan UMKM, maka saya pun akan  meminta kepada Presiden Jokowi agar  bank-bank memberikan pinjaman tanpa bunga kepada yayasan yang ingin meminjam uang untuk menutupi gaji guru dan karyawannya.  Pinjaman jenis ini bisa dilakukan  selama 2 tahun dan pembayarannya bisa sampai 10 tahun. Hal ini untuk menghindari bencana nasional pendidikan yaitu tutupnya sekolah-sekolah di Indonesia.

Pendidikan Agama

Konsep solusi guru honorer dan kekurangan guru serta zonasi tidak mungkin terwujud tanpa ada pemahaman agama yang kuat di masyarakat. Oleh karena itu pembelajaran agama yang diterapkan dalam dunia pendidikan adalah:

1. Setiap guru harus jelas agamanya dan harus menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Jika guru tersebut beragama islam maka harus menjalankan sholat lima waktu. Hal ini berlaku juga kepada kepala sekolah, kepala dinas pendidikan dan para pejabat kementerian yang beragama Islam. Begitu juga buat guru yang beragama lain harus menjalankan aturan agamanya sampai ke tingkat kementerian.

2. Ketaatan kepada agama menunjukkan keimanan, yang merupakan bagian penting dari profesionalisme guru supaya guru tidak terjebak pada dunia materi. Belajar dari para ustaz di pesantren-pesantren yang mayoritas dari Nahdatul Ulama (NU), guru-guru Muhammadiyah, para suster yang mengajar di sekolah-sekolah Matolik, kita sangat jarang mendengar atau memang tidak pernah mendengar mereka protes masalah gaji, padahal gaji mereka kecil-kecih bahkan tak jarang tidak digaji, tetapi para ustaz, guru dan suster ini terus bergerak mengabdi buat bangsa tanpa memikirkan dana bantuan dari pemerintah.

Hal ini disebabkan  keimanan yang tinggi karena menjalankan agama dengan baik. Oleh karena itu taat beragama harus  menjadi syarat penting seorang guru di Indonesia dan jadi bagian dari profesionalisme guru.

3. Pendidikan agama yang diajarkan pada siswa bukan hanya pengetahuan tetapi juga harus pada tataran praktek seperti kalau yang beragama Islam ketika mereka di sekolah, anak-anak yang beragama Islam melaksanakan sholat, puasa, sedekah, membaca alquran dan lainnya. Hal ini agar peserta didik yakin dan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa. Keyakinan kepada Allah Swt adalah hal yang sangat penting dan menjadi landasan pendidikan karakter. Peserta didik bersikap jujur karena ada Allah, sehingga dimana pun dia akan bersikap jujur, karena Allah Maha Melihat. Pendidikan karakter adalah bagian dari pendidikan agama.

Agama di Indonesia berbeda-beda, karena pendidikan karakter atau budi pekerti akan diterapkan untuk semua siswa, maka pendidikan agama harus terpisah dengan pendidikan karakter.  Pemisahan pendidikan agama dan pendidikan karakter sangat penting dilakukan untuk menghormati keyakinan penganut agama-agama yang ada di Indonesia. Pendidikan Agama dan Pendidikan karakter harus diajarkan kepada anak-anak Indonesia agar mereka tidak bisa digantikan mesin dan kecerdasan buatan.

Bagaimana penerapan semua konsep di atas?

Apa yang saya tuliskan di atas sebenarnya sudah terbukti di dua lembaga besar yang berdiri sebelum Indonesia merdeka yaitu NU dan Muhammadiyah.  Kedua ormas ini bisa tumbuh dan berkembang karena banyak anggotanya yang rela mewakafkan, menginfakkan dan mensedekahkan hartanya, waktunya dan tenaganya untuk membuat pendidikan di kedua ormas ini terus berkembang. Jika semangat itu bisa dimiliki oleh rakyat Indonesia dalam membantu pendidikan maka pendidikan di negeri ini pun akan maju dan berkembang.

Hal yang harus dilakukan pemerintah supaya rakyat Indonesia mau berpartisipasi dalam pendidikan seperti melakukan wakaf, infak dan sedekah untuk dunia pendidikan adalah melakukan pembinaan kepada rakyat Indonesia. Pembinaan ini khususnya ditujukan kepada orang tua siswa. Pembinaan ini bisa dilaksanakan sebulan sekali yang dilakukan oleh kepala dinas pendidikan atau tokoh agama  secara online melalui Zoom versi Indonesia jika sudah ada. 

Pembinaan ini difokuskan untuk mengubah cara berpikir dan karakter orang tua siswa supaya menjadi orang yang rajin wakaf, infak dan sedekah. Saya menyebut pembinaan ini adalah pembinaan untuk membentuk cara berpikir suprarasional dan karakter suprarasional.

Saya berani menuliskan tentang cara pembayaran seikhlasnya karena sudah dibuktikan oleh sebuah lembaga swasta selama belasan tahun, lembaga ini tidak tutup tetapi malah semakin berkembang dan menghasilkan siswa-siswa yang berprestasi. Rahasianya adalah pembinaan cara berpikir suprarasional dan karakter suprarasional.

Sepertinya, ide saya tentang “Seharusnya saya Mendikbud” sudah cukup dituliskan. Tulisan ini adalah hanya ide saja yang bisa jadi banyak orang yang tidak sepakat. Saya masih ingat ucapan Presiden Jokowi bahwa di situasi krisis harus ada terobosan extraordinary. Saya pribadi meyakini kalau sesuatu yang extraordinary harus terhubung dengan yang gaib, khususnya kepada Allah Swt dan biasanya sulit diterima oleh akal sehat banyak orang.

Hal yang sangat penting adalah saya masih sangat jauh dari kepantasan menjadi seorang Mendikbud, jadi anggaplah tulisan ini khayalan dari seorang mantan guru honorer yang pernah bersekolah di SD, SMP dan SMA Negeri di Indonesia. Saya adalah produk pendidikan dalam negeri yang suka belajar dari masa lalu dan sedang meraba masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement