Selasa 04 Aug 2020 09:55 WIB

Belajar Daring Juga Bikin Guru Pusing

Banyak hal harus dipenuhi dalam belajar daring.

Belajar online (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Belajar online (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Gita Amanda*

"Pusing juga, harus bikin kelas Zoom, belum lagi kalau anak-anak kumpulin PR lewat kirim video atau foto, memori hp penuh, lalu harus buat laporannya,. Belum lagi dampingin anak-anak juga belajar di rumah," ujar Fifi, tante saya yang juga berprofesi sebagai guru sekolah dasar di salah satu Sekolah Dasar Swasta di Jakarta.

Belajar daring atau belajar online, sudah berlangsung hampir setengah tahun lamanya sejak virus corona melanda Tanah Air. Tak hanya membuat orang tua dan anak murid pusing, nyatanya sekolah daring juga membuat kusut para guru.

Bayangkan setiap hari mereka harus bersiap memberikan materi pelajaran melalui layar telepon atau laptop. Belum lagi memeriksa tugas-tugas yang dikirimkan baik secara fisik yang dikumpulkan per pekan, hingga yang dikumpulkan lewat kiriman telepon selular. Dan, jangan lupa banyak guru juga punya anak-anak di rumah yang mungkin juga harus didampingi belajar daringnya.

Buat guru-guru yang sebelumnya gagap teknologi, mau tak mau harus memahami metode belajar baru di era pandemi ini. Mereka yang harusnya mengajar pun harus belajar menyampaikan materi dengan cara baru ini.

Buat mereka yang terbiasa dengan teknologi, mungkin pengajaran via aplikasi bukan hal sulit. Tapi, bagaimana dengan guru-guru yang tak familiar dengan teknologi? Mau tak mau pun mereka harus berusaha lebih ekstra.

Kemendikbud pada dasarnya sudah merespons baik hal ini melalui Program Organisasi Penggerak (POP). Melalui program ini Kemendibud rencananya melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu untuk meningkatkan kualitas guru melalui berbagai pelatihan.

Bahkan, untuk itu, Kemendikbud mengalokasikan anggaran hingga Rp 595 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan untuk para guru tersebut. Organisasi yang lolos seleksi Kemendikbud itu, nantinya akan mendapat kucuran dana mulai dari Rp 20 miliar per tahun hingga Rp 1 miliar per tahun.

Namun sayangnya, program ini banyak menuai protes. Sejumlah organisasi pendidikan Tanah Air, seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama memutuskan mundur dari program tersebut. Tak berapa lama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga angkat kaki. Mereka menilai ada yang kurang pas dengan pelaksanaan POP, kriteria organisasi yang menerima bantuan dana pun dianggap tak jelas.

Padahal, kalau saja program ini berjalan dengan baik, dana sebesar itu tentu akan sangat membantu para guru menjalankan tugas-tugasnya pada masa pandemi ini.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) sudah lebih dulu mengajak para guru bergabung dalam program Mengajar dari Rumah. Dalam program ini, Kemendikbud bersama Google dan empat provider (Telkomsel, Indosat, XL Axiata dan Smartfren) bekerja sama memberikan kuota intenet sebesar 30 GB secara gratis ke 10 ribu guru terpilih.

Untuk bisa mendapat kuota gratis ini para guru harus terlebih dulu membagikan artikel refleksi pembelajaran selama #BelajarDariRumah melalui portal Guru Berbagi. Nanti guru terpilih akan mendapat bantuan kuota internet gratis.

Sebelum program Mengajar dari Rumah, Kemendikbud juga sudah lebih dulu lagi mengeluarkan program bertajuk Guru Penggerak. Hanya saja perkembangan program ini belum terdengar lagi hingga saat ini. Padahal jika dilihat banyak guru-guru penggerak yang sudah berkontribusi besar pada dunia pendidikan di masa pandemi ini.

Lihat saja guru-guru di pelosok yang meluangkan waktu mereka mengunjungi murid satu per satu ke rumah. Mereka yang tak punya akses internet dan telepon selular didatangi langsung oleh para guru ini untuk belajar. Ada pula yang menyediakan rumahnya untuk mengajar anak-anak yang tak punya akses internet. Atau mereka-mereka yang rela tetap datang ke sekolah, untuk mengajar anak yang tak punya akses belajar daring.

Belajar daring, memang sebuah terobosan baru di dunia pendidikan Tanah Air. Meski awalnya terpaksa dilakukan karena pandemi, mungkin ini juga jadi langkah baru atau terobosan baru dalam belajar. Apalagi Menteri Pendidikan Nadiem Makarim pernah berceloteh akan menjadikan belajar dari rumah sebagai metode baru di dunia Pendidikan Indonesia, yang bisa dilakukan seterusnya meski pandemi usai.

Namun, pemerintah jangan lupa, banyak sekali hal yang harus dipenuhi, dibangun dan diperbaiki untuk Indonesia bisa benar-benar siap belajar dengan cara daring. Mulai dari infrastruktur, akses internet yang merata di seluruh negeri hingga kesiapan dan kesejahteraan guru tentu harusnya jadi perhatian utama Pemerintah.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement