Sabtu 01 Aug 2020 17:41 WIB

Idul Adha Suram Warga Libya yang Dilanda Perang

Kondisi pasar hewan qurban di Libya begitu terpuruk.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Hafil
Idul Adha Suram Warga Libya yang Dilanda Perang. Foto ilustrasi: Kendaraan terbakar di distrik bagian selatan Abu Salim, Tripoli, Libya, awal pekan ini, lantaran konflik yang melibatkan dua pemerintahan di negara itu.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Idul Adha Suram Warga Libya yang Dilanda Perang. Foto ilustrasi: Kendaraan terbakar di distrik bagian selatan Abu Salim, Tripoli, Libya, awal pekan ini, lantaran konflik yang melibatkan dua pemerintahan di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, TAJOURA -- Bagi umat Islam, perayaan Idul Adha ialah dalam rangka memperingati ketaatan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya Ismail, yang kemudian digantikan dengan domba sebagai kurbannya. Umat Muslim memperingati Idul Adha dengan menyembelih hewan ternak, seperti domba,kambing, sapi atau unta. Daging hewan kurban itu kemudian dibagikan kepada orang-orang miskin, kerabat, dan bagi pemiliknya.

Namun, di tengah keterpurukan karena konflik, kemiskinan, dan pandemi, Idul Adha tahun ini bagi banyak warga Libya menjadi perayaan yang suram. Pasar domba yang muncul setiap tahun sekali saat hari raya kurban sebagian besar tampak sepi pelanggan.

Baca Juga

Padahal, pasar yang terletak di pinggiran ibukota Tripoli itu biasanya ramai pembeli menjelang Idul Adha. Sejumlah calon pembeli tampak tengah memperhatikan hewan-hewan kurban. Hewan-hewan ternak itu ditempatkan di kandang sementara yang sebagian teduh dari paparan panas matahari yang terik di pinggiran kota di Tajoura.

Salah seorang peternak, Suleiman Ertel, sudah bangun jauh sebelum fajar tiba untuk membawa ternaknya dari kota asalnya Zliten, sekitar 140 km jauhnya, ke pasar hewan terbesar di Libya barat tersebut.

 

"Biasanya, di hari-hari menjelang Idul Adha, orang-orang bergegas untuk membeli domba mereka," kata Ertel, dilansir di Arab News, Sabtu (1/8).

Namun, tahun ini kondisi pasar hewan kurban begitu terpuruk. Kondisi demikian disebabkan di antaranya karena harga ternak yang tinggi, ketakutan yang ditimbulkan bahwa penularan wabah bisa muncul di pasar yang ramai, dan krisis keuangan serta meningkatnya rasa tidak aman di Libya sendiri.

Bagi Ertel sendiri, semuanya lebih mahal. Menurutnya, harga pakan ternak naik dua kali lipat. Hal itu ditambah biaya transportasi antar kota, dan karena rasa tidak aman di beberapa rute.

"Ini mengecewakan. Negara ini juga dilanda kekurangan air dan pemadaman listrik yang membuat AC gamang dan juga membuat tidak mungkin untuk menyimpan daging di freezer," lanjutnya.

Situasi yang menyedihkan itu diperparah oleh krisis Covid-19, yang telah menekan harga minyak global. Virus corona itu sendiri telah muncul kembali di Libya, meskipun pemerintah setempat telah menerapkan jam malam, penutupan sekolah dan masjid, serta larangan perjalanan.

Dalam beberapa pekan terakhir, infeksi baru Covid-19 telah melonjak di atas 100 sehari untuk pertama kalinya sejak virus corona terdeteksi di negara di Afrika Utara itu pada akhir Maret lalu. Tercatat ada 3.017 kasus yang dikonfirmasi dan 67 kematian di Libya akibat penyakit pernapasan tersebut. Meskipun, banyak orang yang menganggap remeh Covid-19 di negara yang terbagi dengan sistem kesehatan masyarakat yang hancur ini.

Di pasar Tajoura, Ahmed Al-Fallah menghabiskan hari ketiga mencari domba yang mampu ia beli. Ia berupaya untuk mempertahankan tradisi agama dan keluarga pada saat kurban.

"Saya bertanya tentang harga tanpa bisa membeli apapun. Saya tidak punya cukup uang. Saya pikir saya harus meminjam beberapa,"ujar Al-Fallah, sembari mengawasi salah satu dari tiga putranya yang berpose untuk berfoto di samping domba.

Di pasar tersebut, domba berukuran rata-rata dibanderol sekitar 1.200 hingga 1.400 dinar. Angka itu dinilai terlalu mahal bagi banyak warga Libya, yang tidak dapat menarik cukup uang tunai dari rekening bank mereka. Bahkan, jika mereka memiliki sarana. Pelanggan yang frustasi di pasar tersebut, Mohammed Kecher, mengatakan sebagian besar bank telah membatasi penarikan sebesar 1.000 dinar pada hari-hari menjelang Idul Adha.

"Jadi kami ragu. Haruskah kami menghabiskan semuanya untuk kurban domba atau menyimpan uang untuk pengeluaran keluarga selama sebulan?" ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement