Sabtu 01 Aug 2020 05:26 WIB

Upaya Relawan Selamatkan Kirgistan di Tengah Pandemi

Relawan membantu sejumlah besar pekerjaan untuk menyelamatkan warga miskin Kirgistan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Para pekerja medis membawa seorang pasien yang diduga memiliki coronavirus di dalam sebuah restoran yang telah diubah menjadi sebuah klinik di Bishkek, Kirgistan, Rabu, 22 Juli 2020.
Foto: AP/Vladimir Voronin
Para pekerja medis membawa seorang pasien yang diduga memiliki coronavirus di dalam sebuah restoran yang telah diubah menjadi sebuah klinik di Bishkek, Kirgistan, Rabu, 22 Juli 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kirgistan terpukul hebat oleh penyebaran virus corona karena kondisi negara yang sangat miskin di antara wilayah pecahan lain Uni Soviet. Hanya saja, relawan menjadi penolong dalam membantu segala kebutuhan melawan pandemi tersebut.

Pasukan sukarelawan telah memainkan peran utama dalam mengisi kesenjangan dalam menangani krisis di negara berpenduduk 6,5 juta orang ini. "Untuk negara sekecil itu dengan sumber daya terbatas, sukarelawan melakukan sejumlah besar pekerjaan. Mereka menyelamatkan ribuan nyawa," ujar ahli medis di Bishkek, Bermet Baryktabasova.

Baca Juga

Ketika virus itu meletus di Kirgistan pada Maret, pihak berwenang memberlakukan karantina ketat dengan jam malam dan kehadiran polisi untuk menahan orang di dalam rumah. Hanya saja, hanya sedikit bantuan yang diberikan dan bisnis pun mulai tutup.

Ketika kantor, pasar dan mal dibuka kembali dan transportasi umum dibuka kembali, orang-orang bergegas untuk kembali ke kehidupan normal, termasuk pernikahan tradisional dan pemakaman yang biasanya menarik ratusan orang. Dalam beberapa minggu, beberapa ratus kasus virus baru dilaporkan setiap hari, bukan hanya belasan. Pada akhir Juli, negara ini telah melaporkan lebih dari 33.000 kasus dan lebih dari 1.300 kematian.

Sistem perawatan kesehatan yang tertatih-tatih, dengan hanya 2.036 tempat tidur rumah sakit untuk pasien pada akhir Juni, mulai runtuh. Pasien mengeluh tidak mungkin menemukan tempat tidur yang tersedia di rumah sakit. Layanan ambulan tidak menjawab panggilan telepon. 

Menunggu di apotek dan klinik rawat jalan berlangsung berjam-jam, jika tidak berhari-hari. Rumah sakit kekurangan obat-obatan dan peralatan. Dalam kondisi itu, ribuan orang biasa bergegas membantu.

Hotel dan restoran diubah menjadi fasilitas untuk pasien. Aktivis menemukan alat pelindung, obat-obatan, persediaan medis, dan makanan dan air untuk pekerja medis.

Pemain sepak bola terkemuka, Aidana Otorbayeva, mengunggah di Facebook, mendesak bantuan untuk dokter dan perawat. "Saya siap menjadi sukarelawan. Bantu pekerja medis, jalankan tugas mereka, bawakan mereka makanan... Meringankan beban mereka setidaknya dalam beberapa cara," tulisnya.

Sejak itu, hampir 600 orang telah bergabung dengan grup daring bernama "Together". Puluhan orang mengisi pekerjaan sebagai petugas di tujuh fasilitas medis Bishkek.

"Bencana biasa menyatukan semua orang, dan orang-orang melakukan yang terbaik untuk tidak menjauh dan saling membantu," kata koordinator kelompok itu, Meder Myrzayev.

Pada malam hari, mereka membawa orang ke rumah sakit, menggantikan ambulan yang tidak ada. "Mereka tidak datang tepat waktu dan orang-orang hanya tercekik di rumah," kata pendiri Regu Penyelamat Sukarelawan, Valeria Sadygaliyeva.

Sebelum pandemi, kelompok Sadygaliyeva berfokus pada pencarian orang hilang. Namun, ketika infeksi menghantam Bishkek, timnya yang terdiri dari 15 sukarelawan mengubah mobil menjadi ambulans darurat yang dilengkapi dengan tangki oksigen. Mereka mulai mengangkut orang-orang dalam kesulitan pernapasan ke rumah sakit.

Selain kelompok, orang per orang pun tergerak untuk memberi bantuan dalam menghadapi pandemi tersebut. Pengimpor mobil Ruslan uulu Manasbek menggunakan uangnya sendiri untuk mengubah mobilnya menjadi ambulans darurat. 

Dengan penurunan bisnis selama penutupan, Manasbek menghabiskan hampir 140 dolar AS atau lebih dari setengah dari gaji bulanan rata-rata tahun lalu di Kirgistan untuk memasang tangki oksigen di mobilnya. Cara itu membuatnya dapat membawa orang-orang dengan kesulitan bernapas ke rumah sakit.

Manasbek mengatakan dia berusaha menghindari kontak dengan anggota keluarganya yang lain karena turun sebagai relawan yang berhadapan dengan pasien. “Saya punya istri tercinta, seorang putri, seorang ibu. Tetapi saya berusaha untuk tidak pulang (sebanyak itu) - Saya bekerja di zona 'merah' yang panas, berhubungan langsung dengan mereka yang terinfeksi, dan saya takut untuk pulang," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement