Kamis 30 Jul 2020 14:39 WIB

DPRD Minta Pemprov DKI Semakin Perketat Protokol Kesehatan

DPRD Minta Pemprov DKI Perketat Lagi Protokol Kesehatan di PSBB Transisi

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Covid-19 (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPRD DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memperketat lagi protokol kesehatan. Pengetatan protokol kesehatan ini setelah angka kasus Covid-19 di Jakarta kembali meningkat, khususnya di klaster perkantoran.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Taufik menyebut selama PSBB transisi hingga dua kali diperpanjang, Pemprov DKI sudah cukup menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Namun dipekan terakhir ini, diakui dia, ada kelalaian protokol kesehatan khususnya di perkantoran yang ia anggap harus lebih diperketat lagi.

Baca Juga

"Jadi saya kira pengawasan terhadap protokol kesehatan, khususnya di perkantoran saat PSBB transisi dan sanglksinya harus di perketat lagi," ujar Taufik kepada wartawan, Kamis (30/7).

Pengetatan protokol kesehatan dan sanksi tegas ini, menurut dia, jadi kunci bagi DKI untuk menurunkan angka penularan, bukan hanya di pasar tradisional atau di pemukiman tapi juga di area perkantoran. Terlebih di saat operasional kantor ilkini sudah kembali normal.

Taufik pun menekankan, tidak menyarankan kepada Pemprov DKI untuk kembali menerapkan pembatasan ketat seperti saat PSBB awal diberlakukan pada Maret lalu. Ia beranggapan apabila PSBB awal diberlakukan lagi dampak sosial yang terjadi di masyarakat akan semakin besar, dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan Pemprov DKI juga semakin berat.

"Biarlah tetap dengan PSBB transisi yang diperpanjang, namun pengetatan protokol kesehatan di semua sektor, agar tidak lagi muncul klaster-klaster penularan baru seperti di perkantoran," imbuh polisi Partai Gerindra ini.

Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono menilai, bangkitnya ribuan kasus baru positif Covid-19 sejak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi di Ibu Kota karena adanya pemahaman keliru oleh masyarakat terhadap normal baru. "Ini masyarakat kebablasan tidak berdisiplin dalam penerapan protokol kesehatan. Saya kira, anggapan normal baru di benak masyarakat selama ini keliru. Mereka menganggap, PSBB transisi ini kembali ke keadaan seperti sedia kala, seperti sebelum pandemi Covid-19 terjadi, padahal bukan," ujar katanya.

Akibatnya, lanjut dia,  masyarakat secara umum cenderung abai terhadap protokol kesehatan yang terus digemborkan pemerintah. Menurutnya, pelonggaran PSBB harus tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan.

"Normal baru  itu bukan normal. Tapi kondisi kehati-hatian dalam masa pendemi, selama vaksin belum ditemukan. Ini diterapkan untuk pergerakan ekonomi. Kalau ekonomi aman, bisa saja kemarin pemerintah menerapkan 'lock down' seperti Singapura," kata politisi Partai Demokrat itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement