Advertisement

Seberapa Aman Pesta Pernikahan di Indonesia Saat Penularan Corona Masih Tinggi?

Rabu 29 Jul 2020 13:46 WIB

Red:

Anda tidak bisa menyalami, apalagi memeluk pengantin.

Pelonggaran aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah di Indonesia telah membuat sejumlah kegiatan disesuaikan, di antaranya resepsi pernikahan di masa pandemi COVID-19.

Beberapa daerah di Indonesia sudah mulai mengizinkan penyelenggaraan resepsi pernikahan dengan penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau yang disebut 'New Normal'.

Di Bandung, keputusan tentang izin pesta pernikahan ini diumumkan 26 Juni lalu setelah ibukota Jawa Barat ini resmi memasuki fase AKB.

Namun Pemerintah Kota Bandung menerapkan sejumlah syarat, seperti kapasitas ruangan yang tidak terisi penuh, tamu tidak boleh berdiri, melainkan duduk sesuai batasan.

 

Di Kabupaten Bogor, izin menyelenggarakan resepsi pernikahan disambut warga.

Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Klapanunggal, Iwan Setiawan bahkan menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pendaftar nikah untuk bulan Agustus hingga 200 persen.

Selain Kota Bandung dan Kabupaten Bogor, Pemerintah Kabupaten dan Kota Tangerang dan Cirebon juga sudah mengambil kebijakan yang sama.

Bupati Tangerang, A Zaki Iskadar bahkan mengatakan tidak hanya resepsi pernikahan, tapi juga sunatan dan kegiatan pondok pesantren, dengan pelonggaran PSBB, seperti yang dilansir Merdeka (15/07).

Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah, juga mengizinkan warganya untuk menggelar ibadah salat Idul Adha di area terbuka hari Jumat (31/07).

'Pernikahan adalah sesuatu yang harus disegerakan'

Tak hanya calon pengantin yang antusias dengan diperbolehkannya menggelar pesta pernikahan, tapi juga para pelaku usaha yang bergerak di bidang 'wedding organizer'.

 

Retania Primasari, pemilik Nayyara Wedding yang berdomisili di Cirebon, Jawa Barat, mengaku lega dengan adanya kebijakan yang menyesuaikan fase AKB.

"Sudah empat bulan ini pendapatan kami [pengusaha dan vendor] benar-benar nol," tutur Retania kepada Hellena Souisa dari ABC News.

Ia menilai, penetapan protokol kesehatan yang jelas, sebagai syarat penyelenggaraan pernikahan, adalah jalan tengah yang tepat bagi semua pihak, baik untuk calon pengantin maupun para pelaku bisnis pernikahan.

"Kalau hanya event gathering biasa, mungkin masih bisa diundur, tapi pernikahan, di agama manapun, adalah sesuatu yang harus disegerakan," kata Reta.

Sebelum pelonggaran, Reta sempat membuat paket pernikahan #AkadAjaDulu untuk memfasilitasi pasangan calon pengantin yang tetap ingin melangsungkan pernikahan di tengah keterbatasan.

Pilihan lainnya adalah paket pernikahan virtual yang menggunakan teknologi digital canggih multiplatform, meski menurutnya peminatnya masih rendah karena biayanya tidak murah.

Untuk memenuhi kebutuhan calon pengantin yang ingin menikah di era 'new normal', Reta yang juga bagian dari Gabungan Perkumpulan Penyelenggara Pernikahan Indonesia (GPPPI) menjalankan simulasi pernikahan dengan protokol kesehatan.

 

 

Kontak minimal untuk mengurangi risiko tertular

Menurut Reta, simulasi pernikahan dilakukan dengan tujuan mengedukasi semua pihak, mulai dari vendor, calon pengantin dan keluarganya, serta masyarakat pada umumnya, soal aturan baru yang harus dilakukan saat menyelenggarakan dan menghadiri resepsi pernikahan.

Reta menjelaskan, semua orang yang hadir selama acara pernikahan wajib mengenakan masker. Pihak penyelenggara juga menyediakan 'hand sanitizer' dan mengatur jarak mereka yang hadir.

"Jumlah orang di dalam gedung hanya boleh 40 sampai maksimal 50 persen dari kapasitas gedung. Jadi kalau kapasitasnya 1.000 orang, ya sekarang hanya boleh 500 orang," kata Reta selaku ketua pelaksana simulasi ini.

 

Ia menambahkan, saat memasuki gedung, para tamu dicek suhu tubuhnya.

Jika dulu para tamu menulis atau mengisi sendiri buku tamu resepsi, sekarang para penerima tamu yang menuliskannya, sehingga alat tulis tidak digunakan berganti-gantian.

Alternatif lainnya, disediakan 'QR Code' sebagai pengganti mengisi buku tamu.

 

Tak hanya itu, pemandangan tak biasa akan dilihat oleh para tamu.

"Mereka yang bertugas, termasuk staf wedding organizer, catering, atau pemusik, harus mengenakan APD, mulai dari sarung tangan, masker, dan face shield."

Sementara untuk penyajian hidangan makanan, meskipun sistemnya masih prasmanan, sekarang ada petugas yang mengambilkan makanan.

"Untuk makanan di pondokan, kami sarankan yang jenisnya yang bisa dibawa pulang, supaya lebih mudah diletakkan di kotak untuk kemudian dibagi-bagikan."

 

Kemudian salah satu hal besar yang membedakannya adalah anda tidak bisa menyalami, apalagi memeluk pengantin.

"Tak ada salam-salaman, kita gunakan salam khas Sunda saja yang tidak bersentuhan," katanya.

"Dekorator dan penanggung jawab tempat harus lebih dulu menyemprot tempat dan dekorasinya dengan disinfektan, demikian juga dengan peralatan musik dan band, harus dilap atau semprot disinfektan, dan microphone harus pakai cover," jelasnya.

 

Dengan sejumlah aturan baru yang harus dipatuhi, Reta mengakui ada biaya ekstra juga yang harus dikeluarkan vendor untuk bisa mematuhinya.

Menurutnya, catering atau penyedia hidangan makanan adalah yang paling terpengaruh di antara vendor-vendor lain.

"Karena mereka yang biasanya dalam satu jejer makanan prasamana itu hanya perlu satu atau dua orang untuk mengawasi dan mengisi makanan yang habis, sekarang tiap makanan harus ada petugasnya."

Artinya, butuh pengeluaran lagi untuk membayar upah pekerja catering tambahan, jelasnya.

"Eggak cuma ongkos beli hand sanitizer dan APD saja. Jadi untuk catering memang mau nggak mau harganya juga naik," ujar Reta.

 

Informasi yang tidak sama dan kerap berubah

 

Pasangan Mega Rahmawati dan Muhammad Reza Nugroho mengaku pentingnya melakukan simulasi protokol kesehatan untuk resepsi pernikahan.

Pasangan ini sedianya melangsungkan pernikahan pada 6 Juni yang lalu. Namun, kondisi PSBB saat itu memundurkan niat keduanya.

"Sebenarnya kami nggak ada masalah kalau harus akad dulu, Tapi waktu itu banyak informasi yang beredar, enggak boleh akad di rumah, harus di KUA dan nggak boleh ada prosesi," kata Mega.

Akhirnya Mega dan Muhammad memundurkan tanggal pernikahan mereka ke 1 Agustus mendatang, meski mereka harus mencetak ulang undangan pernikahan yang sudah siap edar waktu itu.

Keduanya agak lega saat mendengar resepsi diizinkan di Cirebon dan dicabutnya Maklumat Kapolri soal larangan membuat acara dan melibatkan banyak orang di tengah wabah COVID-19.

"Tetapi pihak gedung sepertinya masih belum yakin sehingga dua minggu sebelum hari-H, kami sempat diberitahu hanya boleh melangsungkan akad tapi tidak resepsi."

Padahal, menurut Mega, temannya yang juga akan menikah di waktu yang berdekatan, tidak punya masalah apa-apa.

 

Barulah tiga hari yang lalu, seminggu sebelum hari penikahan, pihak gedung mengatakan resepsi mereka bisa dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan.

"Sepertinya informasi yang didapat oleh tiap venue [tempat] itu nggak sama dan bisa jadi kebingungan kami ini juga dialami pasangan lain," ucap Mega kepada Hellena Souisa dari ABC News.

Hal ini juga diakui Reta, yang menurutnya aturan soal resepsi bisa berubah dalam hitungan hari, meski sudah berupa Peraturan Wali Kota, selain informasi yang belum tersosialisasikan merata.

"Sebenarnya saya juga masih was-was dengan event tanggal 1 Agustus ini. Mudah-mudahan nggak ada perubahan peraturan yang mendadak," ujar Reta.

 

Mega dan Muhammad akan menjadi salah satu pasangan pertama di Kota Cirebon yang melangsungkan pernikahan dengan protokol kesehatan COVID-19.

"Insya Allah semua sudah siap. Kami sudah memotong jumlah undangan, dari 700, menjadi 350, dan sekarang 200 saja."

"Undangan pun kami antarkan sendiri supaya kami bisa menjelaskan beberapa protokolnya, misalnya enggak membawa anak kecil, dan tiba di gedung sesuai dengan waktu yang ditentukan karena tamu yang datang nanti masuknya akan diatur secara bergantian," tambah Mega.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di dunia lewat situs ABC Indonesia

Sumber : https://www.abc.net.au/indonesian/2020-07-29/menikah-dengan-protokol-kesehatan-di-era-adaptasi-kebiasaan-baru/12499238
  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA