Rabu 29 Jul 2020 08:30 WIB

FGII Tetap Jalankan Program Terlepas Hasil Evaluasi POP   

FGII telah membuat berbagai program untuk peningkatan kualitas guru. 

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Pengajar memberikan pelatihan pembuatan video pembelajaran sistem daring kepada sejumlah guru di salah satu sekolah menengah atas. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/AMPELSA
Pengajar memberikan pelatihan pembuatan video pembelajaran sistem daring kepada sejumlah guru di salah satu sekolah menengah atas. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Tety Sulastri menanggapi, evaluasi yang akan dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terhadap Program Organisasi Penggerak (POP). Tety mengatakan, bagaimanapun hasil evaluasi, pihaknya akan tetap menjalankan program-programnya.

FGII merupakan salah satu organisasi yang lolos dalam POP dan menerima dana hibah dari Kemendikbud. Tiga proposal FGII lolos dengan rincian dalam kategori Kijang dua proposal, dan Macan satu proposal.

"Kalaupun tidak didanai pemerintah, bahwa apa yang dirancang oleh Pak Nadiem itu, tetap kami jalankan sebisanya kita. Karena kan kita punya jaringan," kata Tety pada Republika, Selasa (28/7).

Selama ini, FGII telah membuat berbagai program untuk peningkatan kualitas guru. Tety menjelaskan, banyak program FGII yang dilakukan untuk guru-guru di daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal). Saat ini pun, ia sedang menyiapkan anggotanya untuk memberi pelatihan pada guru-guru di daerah 3T.

Menurut dia, selama ini pihaknya menyiapkan berbagai program dengan usaha yang tidak mudah. "Walaupun terseok-seok. Sebelumnya kita tidak punya biaya, ketika pemerintah membuka peluang itu ya kami mencoba mengambil. Jadi kami tetap maju walaupun keputusannya nanti seperti apa," akta dia lagi.

Tety juga menyinggung soal transparansi seleksi organisasi yang lolos POP. Tety menilai, proses pendaftaran yang dilakukan sudah transparan dan ketat. Semuanya dilakukan melalui daring dengan mengisi dokumen-dokumen melalui laman yang disiapkan Kemendikbud.

"Saya bilang, nggak transparan apanya? Sementara kita semuanya online. Jadi kita tidak ada tatap muka, hanya telepon-teleponan. Kalau misalnya yang selalu disampaikan tidak transparan, saya kurang nyaman, orang-orang yang ngomong itu ikuti portalnya tidak?" kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement