Selasa 28 Jul 2020 14:05 WIB

Mahasiswa China Jadi Target Penculikan Virtual di Australia

Pelaku mengaku pejabat China lalu memeras para mahasiswa atau keluarganya.

Ilustrasi penculikan
Foto: IST
Ilustrasi penculikan

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Polisi Australia memperingatkan otoritas China terkait ada lonjakan "penculikan virtual". Targetnya, menyasar mahasiswa di negara tersebut.

"Kami telah memiliki serentetan kasus dalam beberapa bulan terakhir, di mana hampir setiap akhir pekan kami memiliki korban untuk salah satu penipuan ini," Direktur Komando Kejahatan negara bagian New South Wales, Darren Benett.

Baca Juga

Benett mengatakan, hingga saat ini terdapat delapan laporan kasus penculikan virtual. Kerugian total dari delapan kasus tersebut yakni sekitar 2,3 juta dolar AS. Dalam konferensi pers, Benett mengatakan, apabila ada panggilan telepon yang mengatakan bahwa salah satu kerabat (mahasiswa) telah diculik, maka segera hubungi polisi dan pihak universitas.

"Jika Anda mendapatkan panggilan ini, tutup teleponnya, telepon polisi dan universitas Anda, jangan membayar tebusannya," kata Benett.

Modus pelaku yakni menelpon korban dengan menyamar sebagai pejabat China setempat. Pelaku memperingatkan bahwa korban atau mahasiswa itu telah terlibat dalam kejahatan di China dan harus membayar sejumlah uang untuk menghindari tindakan hukum, penangkapan atau deportasi.

Beberapa pelaku memberi tahu korban agar tidak melakukan kontak dengan keluarga dan teman-temannya. Pelaku meminta korban menyewa kamar hotel dan mengambil gambar atau rekaman video diri mereka sendiri dalam keadaan terikat serta mata yang tertutup.

Korban diminta mengirimkan video maupun foto tersebut kepada kerabat mereka di luar negeri untuk memberikan keyakinan. "Kita perlu memperhitungkan faktor budaya dan fakta bahwa penipuan itu dilakukan secara halus," kata pejabat kepolisian negara bagian Peter Thurtell.

New South Wales memiliki 212 ribu mahasiswa asing yang terdaftar. Sejumlah perguruan tinggi Australia telah memperingatkan bahwa mereka berisiko kehilangan anggaran tahunan miliaran dolar karena pandemi virus Corona.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement