Selasa 28 Jul 2020 10:51 WIB

KPAI: Pemerintah Jangan Nekat Buka Sekolah 

Bagaimana Kemdikbud buka sekolah ketika tidak miliki data apapun di level sekolah.

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti meminta, pemerintah tidak gegabah untuk membuka sekolah-sekolah di masa pandemi Covid-19. Terutama, kata dia, di saat fasilitas sekolah belum bisa menerapkan protokol kesehatan untuk menjamin keselamatan siswa selama di sekolah di saat pandemi.

“Kami belum melihat ada upaya-upaya semacam itu, lalu bagaimana Kemdikbud hendak membuka sekolah di semua zona (hijau, orange, kuning maupun merah) ketika tidak memiliki data apa pun di level sekolah,” sindir Retno melalui siaran pers yang diterima Republika, Selasa (28/7).

Retno menuturkan, KPAI telah melakukan pengawasan langsung ke 15 sekolah di jenjang SD, SMP, SMA/SMK di Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan dan kota Bandung pada Juni 2020 yang lalu. Hasilnya, dari 15 sekolah hanya 1 sekolah yang benar-benar siap secara infrastruktur kenormalan baru, yaitu SMKN 11 kota Bandung.

Kemudian ada lima sekolah yang mulai menyiapkan infrastruktur, itupun kata Retno hanya sebatas menyiapkan wastafel beberapa buah di tempat-tempat yang strategis di lingkungan sekolah. Kemudian sembilan sekolah lainnya belum menyiapkan apapun kecuali sabun cuci tangan di wastafel yang memang sudah dibangun jauh sebelum pandemi covid-19. 

Selama melakukan pengawasan langsung sambung Retno, KPAI juga mengecek langsung kondisi toilet sekolah, mencoba wastafel yang berada di sekolah apakah rusak atau tidak dan apakah ada airnya atau tidak, juga ke ruang kelas apakah kursi dan meja sudah disusun setengah dari jumlah siswa selama ini. Kemudian juga melihat apakah disediakan ruang isolasi sementara untuk mengantisipasi adanya warga sekolah yang suhunya di atas 37,5 derajat.

Untuk pembelajaran, KPAI juga memeriksa apakah sudah dipikirkan jadwal pelajaran ketika masuk separuh siswa. Misalnya jumlah siswa 36 per kelas berarti ada 18 siswa yang belajar di rumah dan ada 18 siswa yang belajar tatap muka, bagaimana dengan modul untuk siswa yang belajar dari rumah karena gurunya pasti berat bebannya ketika harus melakukan pembelajaran luring dan daring dalam waktu yang bersamaan.

“Apakah para guru sudah disiapkan untuk itu semua oleh sekolah maupun oleh dinas pendidikan setempat?” kata Retno 

Kemdikbud, ujar Retno, seharusnya menjadi motor penggerak dalam mempersiapkan kenormalan baru di pendidikan. Bisa dilakukan dengan mempersiapkan protocol kesehatan dan daftar periksa yang kemudian disampaikan ke seluruh Dinas Pendidikan untuk dilakukan rapat koordinasi secara berjenjang. 

“Mulai dari Kemdikbud dengan kepala-kepala Dinas Pendidikan, kemudian Dinas-dinas Pendidikan melakukan rapat koordinasi dengan sekolah-sekolah, dan sekolah-sekolah melakukan rapat koordinasi dengan para guru. Selanjutnya para wali kelas melakukan sosialisasi kepada seluruh orangtua  dan siswa di kelasnya,” tutur Retno.

Namun selama pengawasan itu, Retno mengaku, pihaknya belum melihat upaya-upaya tersebut. Karena itu ia mengaku sangat menyangsikan rencana pemerintah untuk kembali membuka sekolah-sekolah. 

“Tidak bisa menggunakan (slogan) Merdeka Belajar dalam situasi seperti ini, dengan seolah memerdekakan semua daerah dan sekolah untuk tatap muka. Kebijakan seharusnya berbasis data, bukan coba-coba. Apalagi ini soal keselamatan dan kesehatan anak-anak Indonesia, untuk anak sebaiknya jangan coba-coba,” urai Retno.

Selain melakukan pengawasan langsung, KPAI juga melakukan survey ke para guru di berbagai daerah. Survey menyasar ke para guru bertujuan untuk mengetahui seberapa sekolah siap menghadapi ke normalan baru.

Sampai hari ini, Selasa (28/7) survey diikuti oleh 6.664 guru dari sekolah yang berbeda, karena satu sekolah diwakili oleh satu guru. Hasil sementara survey, hanya sekitar 20 persen sekolah yang siap menghadapi kenormalan baru dari infrastruktur yang sudah disiapkan saat ini. 

Pertanyaan survey meliputi apakah sanitasi di sekolah sesuai standar kebersihan dan kesehatan, berapa wastafel yang di miliki sekolah, apakah selama ini sekolah selalu menyediakan sabun cuci tangan dan tisu di wastafel dan di toilet sekolah, apakah tersedia cukup air di toilet maupun di wastafel sekolah, apakah sudah ada protocol kesehatan, sudah di sosilisasikah kepada para orangtua dan siswa melalui daring atau pemberitahuan tertulis.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement