Selasa 28 Jul 2020 07:32 WIB

Sejarah Hari Tarwiyah

Sejarah Hari Tarwiyah.

Sejarah Hari Tarwiyah. Foto ilustrasi: Suasana kota tenda Mina tempat jamaah haji melaksanakan ibadah Tarwiyah sebelum menuju Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (9/8). Sekitar 2 juta jamaah haji dari berbagai negara akan memulai berwukuf di tempat ini sebagai syarat sah berhaji.
Foto: Amr Nabil/AP
Sejarah Hari Tarwiyah. Foto ilustrasi: Suasana kota tenda Mina tempat jamaah haji melaksanakan ibadah Tarwiyah sebelum menuju Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (9/8). Sekitar 2 juta jamaah haji dari berbagai negara akan memulai berwukuf di tempat ini sebagai syarat sah berhaji.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Sebentar lagi, umat Islam yang menunaikan ibadah haji, akan memasuki fase tarwiyah. Ritual ini dilakukan menjelang puncak ibadah haji yaitu wukuf di Arafah pada 9 Dzulhijjah.

Hari Tarwiyah adalah hari ke-8 bulan Zulhijjah. Tarwiyah bermakna berpikir atau merenung. Dengan demikian, hari Tarwiyah disebut juga hari merenung, berpikir, dan keragu- raguan.

Baca Juga

Penamaan Tarwiyah ini berkaitan erat dengan kisah Nabi Ibrahim yang dlperlntahkan Allah SWT untuk mengorbankan anaknya Ismail AS melalui suatu mimpi. Mimpi itu terjadi pada malam tanggal 8 Zulhijjah.

Nabi Ibrahim AS merasa ragu tentang kebenaran mimpinya tersebut. Apakah mimpi itu benar berasal dari Allah sahingga manjadi suatu perintah yang harus dikerjakan, atau hanya berasal dari syaitan untuk mengganggunya. Sampai siang harinya, Nabi Ibrahim terus berpikir dan merenung tentang mimpinya tersebut.

 

Pada malam tanggal 9 Zulhijjah, Nabi Ibrahim AS kembali mengalami mimpi yang sama, yaitu menyembelih putaranya Ismail AS Mimpi kedua kalinya. Ini mulai menimbulkan keyakinan dalam hati Nabi Ibrahim AS bahwa perintah ini benar berasal dari Allah SWT.

Ini dapat dihubungkan dengan nama hari kesembilan bulan Zulhijjah, yaitu hari Arafah. Arafah bermakna pemahaman atau pengetahuan. Maksudnya, Nabi Ibrahim AS sudah mulai paham tentang kebenaran dan tujuan mimpinya.  Akan tetapi,Nabi Ibrahim belum melaksanakan perintah dalam mimpinya tersebut.

Pada malam tanggal 10 Zulhijjah Nabi Ibrahim kembali mengalami mimpi serupa. Oleh karena mimpi ini telah tiga kali terjadi, maka besoknya (siang hari tanggal 10 Zulhijjah) Nabi Ibrahim AS memutuskan untuk melaksanakan mimpi tersebut setelah terlebih dahulu berdiskusi dengan anak dan isterinya.

Ketetapan Nabi Ibrahim AS untuk melaksanakan penyembelihan Ismail AS pada hari itu dapat dihubungkan dengan nama hari tanggal 10 Zulhijjah yang disebut juga dengan hari Nahar. Nahar berarti menyembelih. Sedangkan pada hari 11-12, dan 13 Zulhijjah, Nabi Ibrahim selalu digoda oleh Iblis maka hari itu disebut hari Tasyriq.

Keraguan yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS tersebut dapat dimengerti dan dipahami. Betapa tidak, Nabi Ibrahim AS diperintahkan menyembelih anaknya sendiri, anak yang cukup lama diharapkan kehadirannya. Sekian lama Nabi Ibrahim AS memohon kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak. Akhirnya permohonan Nabi Ibrahim itu dipenuhi dengan lahir nya seorang anak laki-laki yang diberi nama Ismail.

Sungguh gembira hati Nabi Ibrahim menyambut kehadiran Ismail. Akan tetapi, kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Dikala Ismail masih bayi, dia terpaksa dipindahkan bersama ibunya, Siti Hajar, dari Syam ke lembah gersang yang sunyi di Makkah. Maka berpisahlah Nabi Ibrahim AS dengan anak dan isteri yang sangat dicintainya. Sampai akhirnya mereka dipertemukan lagi di Makkah ketika Ismail sudah beranjak dewasa.

Pertemuan yang kedua inipun tidak berlangsung lama. Mimpi yang benar dari Allah SWT. yang berisi perintah penyembelihan Ismail harus dilaksanakan. Mana mungkin dia harus menyembelih anaknya sendiri.

Mana mungkin anak yang selama ini hanya dibesarkan oleh jerih payah ibunya yang berjuang sendiri menghidupi dan membesarkan anaknya, lalu tiba-tiba dia datang dan membawa pergi anak tersebut untuk disembelih. Sungguh suatu keadaan dan pilihan yang sangat berat bagi Nabi Ibrahim. Wajar jika dia berpikir, merenung, dan ragu terhadap apa yang sedang dialaminya.

Cobaan yang sama beratnya juga dialami Ismail AS Dia harus menyerahkan lehernya untuk disembelih oleh ayah kandungnya, yang selama proses pertumbuhannya hampir tidak pernah dilihatnya. Dia juga harus meninggalkan ibunda tercinta yang selama ini telah bersusah payah sebatang kara mendidik, merawat dan membesarkannya. Dia belum sempat membalas jasa-jasa ibunya Siti Hajar.

Setelah ayah dan anak itu sepskat untuk melaksanakan penyembalihan , mereka berjalan menuju suatu bukit batu yang kemudian disebut Jabal Qurbati (Bukit Qurban). Dalam perjalanan, iblis menggoda den membujuk keduanya agar penyembelihan Ismail tidak dilaksanakan. Nabi Ibrahim AS dan Ismail tidak mau tergoda. Maraka melempar iblis dengan batu kerikil supaya menghentikan godaannya. Akan tatapi iblis tatap mengejar meraka dan kembali mambujuk agar niat mereka itu diurungkan. Namun keduanya tatap berbulat tekad untuk melaksanakannya. Kembali maraka mangusir dan melempar iblis tersebut.

Demikianlah peristiwa pelemparan iblis terjadi di tiga tempat. Ketiga tempat itulah yang disebut dengan Jumrah Aqabah, Wustha, dan Ula. Jarak antara Aqabah dan Wustha lebih kurang 116 m, Jarak antara Wustha dan U la lebih kurang 156 m. Peristiwa besar yang merupakan ujian berat bagi kedua orang Rasul Allah yang amat tabah itu digambarkan Allah dalam Alquran surat Ash-Shaffaat ayat 100-111.

Inti dari ayat ayat tersebut adalah kepatuhan Nabi Ibrahim AS kepada Allah dan keikhlasannya menunaikan perintah Allah, walaupun la harus menyembelih anak kesayangannya. Demikian pula Ismail yang dengan sabar dani ikhlas menyerahkan nyawanya sebagai pelaksanaan perintah Allah kepada ayahnya.

Kedua orang tersebut sungguh manusia pilihan yang amat patuh dan taat kepada perintah Allah, walaupun perintah tersebut amat berat. Dalam ujian tersebut mereka lulus dengan sempurna, maka dengan seketika Allah mengganti Ismail dengan seekor hewan korban dan menyatakan bahwa perintah Allah lewat mimpi Ibrahim itu adalah ujian-Nya.

Karenanya Allah memberi balasan yang baik baginya, namanya harum sepanjang masa dan ia menjadi teladan bagi nabi-nabi yang datang sesudahnya. Bahkan dalam waktu shalat pada tahyat akhir terdapat doa untuk Nabi Muhammad SAW seperti yang pernah diberikan kepada Nabi Ibrahim AS.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement