Ahad 26 Jul 2020 19:25 WIB

Pengusaha Sebut Sering Disakiti Pemerintah

Langkah pemerintah yang kerap sepihak tersebut bukan sekali dua kali dilakukan.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Indira Rezkisari
 Presiden Direktur PT. Medco Energi Internasional, Hilmi Panigoro.
Foto: Antara
Presiden Direktur PT. Medco Energi Internasional, Hilmi Panigoro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melorotnya investasi di bidang migas dan juga sinyal hengkangnya investor besar di bidang migas disinyalir karena pemerintah kerap membuat kebijakan sepihak. Pemerintah dinilai sering ‘menyakiti’ para pelaku usaha sektor energi utamanya migas dengan berbagai aturan yang diterapkan secara sepihak serta langsung pengaruhi keekonomian sebuah proyek.

Presiden Direktur PT. Medco Energi Internasional, Hilmi Panigoro menilai langkah pemerintah yang kerap sepihak tersebut bukan sekali dua kali dilakukan. Hal yang paling nyata terasa adalah dari sisi menghormati kesucian kontrak yang merupakan salah satu komponen utama dalam kepastian hukum.

Baca Juga

Ketika salah satu pihak telah tersakiti maka untuk mengembalikan kepercayaan kata Hilmi butuh waktu lama. Ini yang terjadi pada iklim investasi sektor energi di tanah air.

“Yang masalah di Indonesia kepastian hukum. Berulang-ulang investor baik migas atau pertambangan sering disakiti secara sepihak. Kalau disakiti mau dikembalikan kepercayan perlu waktu,” kata Hilmi, Ahad (26/7).

Menurut Hilmi, kepastian hukum merupakan satu dari empat poin sebagai syarat utama investasi migas tumbuh positif. Pertama, dari sisi geologi suatu daerah menarik atau tidak juga turut menentukan. Kedua, keekonomian suatu proyek yang tentu berhubungan dengan penerapan kebijakan fiskal suatu negara. Ketiga, stabilitas politik.

Namun ketiga poin tersebut masih bisa dikompromikan. Geologi misalnya, menurut Hilmi, bisa dikejar dengan memperbaiki data geologi. Pun demikian dengan fiskal term dan kebijakan politik. Tapi untuk urusan kepastian hukum ini jadi harga mati yang tidak bisa ditawar dan jadi salah satu penentu investasi akan dilakukan atau tidak.

“Ada daerah di mana secara geologi menarik tapi fiscal term ketat, tapi kepastian hukum so so, stabilitas politik kurang. Tapi pelaku usaha berani ambil resiko Contoh negara afrika banyak perang tapi masih menarik. Sejarah buktikan siapapun berkuasa biasanya akan baik-baik ke produsen migas, contoh Libya masih perang, tapi lapangan ENI mereka pertahankan, itu sumber untuk gaji karyawan Pemerintah,” ujar Hilmi.

Di Indonesia, lanjut Hilmi, untuk attractiveness geologi sudah cukup ada perkembangan positif ini ditandai dengan adanya berbagai kebijakan pembukaan data geologi. “Saya lihat attractiveness geologi menarik tapi risiko meningkat saya senang data dibuka, Pemerintah buka data eksplorasi sendiri itu bagus. Keekonomian itu masalah benchmarking mau gross split atau cost recovery, yang penting ada fleksibilitas,” ujar Hilmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement